Adakah hubungan ibadah Ramadhan dengan kebahagiaan ? Pasti ada, dan kita semua sudah merasakan. Bagi orang yang menjalankan puasa selama sebulan, ada kebahagiaan yang dirasakan setiap hari, yaitu ketika berbuka. Kebahagiaan berikutnya yang langsung dirasakan adalah ketika berhasil menyelesaikan puasa dan berbagai ibadah Ramadhan selama sebulan penuh. Ya, saat Iedul Fithri, bahagia benar hati kita. Ini adalah kebahagiaan “praktis” yang kita rasakan dan kita dapatkan secara langsung saat menunaikan ibadah Ramadhan.
Namun ada sisi kebahagiaan yang lebih bercorak permanen, yaitu apabila ibadah Ramadhan mampu meningkatkan tingkat religiusitas kita. Orang yang religius, akan memiliki kebahagiaan yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak religius. Ibadah Ramadhan memiliki tujuan untuk mencetak dan meningkatkan ketakwaan, artinya hasil ibadah selama sebulan saat Ramadhan adalah meningkatnya religiusitas kita dalam bentuk meningkatnya ketakwaan. Ini menjadi modal untuk mendapatkan kebahagiaan kehidupan. Bukan saja dunia, namun sampai di akhirat nanti.
Hasil survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) tahun 2010 kemarin menunjukkan sebanyak 14,2 % responden menyatakan sangat bahagia, dan 70,5 % cukup bahagia. Berarti ada 84,7 % responden yang berada dalam wilayah bahagia. Sementara yang mengatakan kurang bahagia dan tidak bahagia sama sekali, sebanyak 12,2 %. Survei tersebut dilakukan terhadap 1.000 responden, memberikan petunjuk adanya beberapa faktor penting yang menyebabkan seseorang menyatakan dirinya bahagia. Faktor tersebut adalah kualitas kesehatan, keamanan, uang, dan ketaatan beribadah.
Hasil survei juga menunjukkan bahwa responden percaya uang bukan segalanya. Bahkan tanpa uang pun, orang tetap bisa bahagia. Sebanyak 75,4 % responden menyatakan mungkin saja orang bisa bahagia tanpa uang, bahkan sebanyak 65,8 % responden menyatakan lebih memilih hidup bahagia meski tidak memiliki cukup uang. Tingkat ketaatan beribadah sangat mempengaruhi kebahagiaan. Sebanyak 86,2 % responden yang taat beribadah merasa bahagia.
Penelitian serupa pernah dilakukan oleh tim dari University of Illinois bersama Gallup Organization, yang hasilnya diterbitkan pada Journal of Personality and Social Psychology, edisi bulan Agustus 2011. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa saat menghadapi konflik atau situasi sulit, orang yang religius lebih bisa bertahan dan tetap merasakan kebahagiaan dibanding orang ateis.
Tim peneliti melakukan pengumpulan data dari tahun 2005 hingga 2009 terhadap masyarakat di 150 negara yang berbicara tentang agama, kepuasan hidup, dan dukungan sosial. Hasil penelitian menunjukkan agama telah memberikan dukungan emosional yang berarti ketika kebutuhan mendasar seperti makanan, pekerjaan, rasa aman, dan pendidikan tidak terpenuhi. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa orang yang religius cenderung merasa lebih terhormat dan lebih sedikit memiliki perasaan negatif dibanding mereka yang tidak religius.
Bukankah hasil penelitian itu semua membuktikan kebenaran firman Tuhan dan ungkapan kenabian sejak empatbelas abad silam ? Nabi mulia telah bersabda :
“Sungguh mengherankan urusan orang beriman. Sesungguhnya segala urusan baginya memberikan kebaikan, hal ini tidak dimiliki oleh seorangpun melainkan oleh orang beriman. Bila mendapatkan harta atau kesuksesan selalu bersyukur maka jadilah itu kebaikan baginya, dan bila mendapatkan kesengsaraan dia selalu bersabar dan itupun menjadikan kebaikan baginya.”
Allah telah berfirman :
“Ketahuilah dengan berdzikir (mengingat) kepada Allah, hati akan menjadi tenang.”
“Dan barang siapa yang berpaling dari berdzikir (mengingat) kepada Aku, maka baginya penghidupan yang sempit”.
Menurut Imam Al-Ghazali, puncak kebahagiaan manusia adalah jika dia berhasil mencapai ma’rifatullah, yaitu mengenal Allah. Al Ghazali menyatakan, “Ketahuilah bahagia tiap-tiap sesuatu bila kita rasakan nikmat, kesenangan dan kelezatannya, maka rasa itu menurut perasaan masing-masing. Kelezatan (mata) ialah melihat rupa yang indah, kenikmatan telinga adalah mendengar suara yang merdu, demikian pula pada segala anggota tubuh manusia. Adapun kelezatan hati ialah ma’rifat kepada Allah, karena hati dijadikan tidak lain untuk mengingat Tuhan”.
Ibadah Ramadhan semakin mendekatkan kita kepada Allah, dan semakin membuat kita mampu mengenali Allah. Namun Ramadhan juga memiliki sisi sosial, bukan semata-mata sisi spiritual yang bercorak personal. Selama bulan Ramadhan, kita dibiasakan untuk melakukan berbagai bentuk kebaikan di tengah masyarakat. Sampai puncaknya menjelang sholat Iedul Fithri kita diwajibkan membayar zakat fitrah, sebagai salah satu bentuk kepedulian sosial terhadap komunitas yang tidak mampu. Sisi inilah yang akan menggenapkan kebahagiaan pada hamba Allah yang mengoptimalkan Ramadhan.
Dalam ilmu pengetahuan modern pun, diyakini bahwa hubungan sosial yang baik akan mendatangkan kebahagiaan. Menurut Jurnal Perspektif Ilmu Psikologi, orang akan meraih kebahagiaan apabila menjalin hubungan yang bermakna dengan teman dan anggota keluarga. Prof. June Gruber dari Bagian Psikologi Univeristas Yale, Amerika, mengatakan setiap manusia secara aktif berusaha hidup bahagia. Namun apabila melakukannya dengan berlebihan, justru bisa mengantar mereka kepada kekecewaan dan mengurangi kebahagiaan hidup itu sendiri.
“Faktor kebahagiaan terkuat bukanlah uang, ketenaran atau pengakuan atas prestasi, melainkan hubungan sosial yang bermakna,” katanya. Gruber menambahkan, cara terbaik untuk hidup bahagia adalah “berhenti mengkhawatirkan untuk hidup lebih bahagia”. Alihkan tenaga untuk memelihara ikatan sosial yang bermakna dengan orang lain, bukan dengan mengkhawatirkan tidak mendapat kebahagiaan.
Lengkap sudah kebahagiaan kita yang berpuasa dan beribadah Ramadhan. Dengan meningkatnya ketakwaan insyaallah akan membawa pula peningkatan kebahagiaan. Dengan meningkatnya kepedulian sosial yang dibentuk selama Ramadhan, akan meningkat pula kebahagiaan dalam kehidupan. Berbahagialah kita yang berpuasa dan menunaikan berbagai macam ketaatan ibadah selama Ramadhan. Ini akan menjadi modal untuk memproduksi kebahagiaan dalam kehidupan setelah Ramadhan, bahkan sampai nanti di akhirat saat berkesempatan masuk surga.
Selamat memasuki sepertiga terakhir bulan Ramadhan 1432 H. Selamat menjemput kebahagiaan bersama Ramadhan.
Oleh : Ust. Cahyadi Takariawan