Saudaraku,
Setiap kita pasti pernah menyesal dan bersedih? Tapi berapa banyak penyesalan dan kesedihan itu tak memicu pertaubatan kita. Kedukaan karena kegagalan, karena kezaliman orang, karena takdir yang memisahkan, karena sakit yang menyempitkan, karena himpitan hidup yang selalu meletihkan...
Di dunia ini, banyak peristiwa duka dan kesedihan yang mungkin telah kita lewati. Jenak waktu yang selalu menggulirkan derai air mata jika kita mengingatnya. Bagian kehidupan yang menjadi sisi kedukaan dan kesedihan mendalam bagi jiwa. Kita boleh menangis mengingatnya. Kita mungkin merasakan kepedihan dalam hati saat menghadirkan memori tentangnya. Tapi, sayangnya, kesedihan, kedukaan, kepedihan itu, tak membuat kita lebih baik menjalani hidup setelahnya.
Kesedihan tinggallah kesedihan. Kedukaan hanya sesaat. Kepedihan tak berapa lama. Kemudian kita kembali hanyut dan terombang ambing dalam rutinitas, dan kesibukan yang terus menerus menyita waktu hidup.
Saudaraku,
Seharusnya, ragam peristiwa itu adalah cermin yang menasihati langkah. Seharusnya, kepedihan, kedukaan, kesedihan, itu adalah pengingat agar kita lebih berhati-hati dan lebih memilih jalan untuk dekat dengan-Nya. Selalu dekat. Tidak pernah menjauh. Apalagi mencari jalan lain. Seharusnya begitu. Tapi itu tidak terjadi, hingga detik ini.
Lalu apa artinya penggalan kisah itu diberikan Allah ada dalam hidup kita? Bukankah Rasulullah saw mengingatkan kita, bahwa musibah itu sejatinya bila disikapi dengan benar akan bisa membawa kita pada derajat yang lebih baik dari sebelumnya. Bukankah segala penderitaan yang dialami seorang Mukmin itu akan membersihkan dirinya dari dosa. Dan ketika kedukaan dan penderitaan itu datang terasa berat dan bertubi-tubi, praktis akan banyak dosa dan kesalahan yang terkikis dari tubuhnya hingga ia bisa menjadi bersih karenanya?
Saudaraku,
Setiap orang memiliki memorinya sendiri-sendiri tentang hidup. Tak semua orang menganggap penderitaan yang dialami seseorang itu berat, seberat apa yang dirasakan oleh orang yang menderita. Tak semua orang juga sepakat bahwa apa yang dialami seseorang itu memang penderitaan dan kesedihan. Karena tak jarang orang menganggap penderitaan itu biasa dan ringan, tapi sebenarnya terasa begitu menggelayut dalam jiwa. Sebaliknya, tidak sedikit orang yang menganggap penderitaan seseorang itu berat, tapi sebenarnya ringan dipikul oleh orang yang mengalaminya.
Apa musibah yang pernah kita alami dalam hidup kita hingga sekarang? Apakah ada musibah paling berat yang kita rasakan disbanding berbagai kondisi sulit yang kita lewati itu? Lalu apa reaksi kita dan langkah kita setelah mengalaminya? Apakah benar musibah yang dialami itu mencuci kesalahan dan lebih mendekatkan diri kita kepada-Nya?
Setiap kita pasti pernah menyesal dan bersedih? Tapi berapa banyak penyesalan dan kesedihan itu tak memicu pertaubatan kita. Kedukaan karena kegagalan, karena kezaliman orang, karena takdir yang memisahkan, karena sakit yang menyempitkan, karena himpitan hidup yang selalu meletihkan...
Di dunia ini, banyak peristiwa duka dan kesedihan yang mungkin telah kita lewati. Jenak waktu yang selalu menggulirkan derai air mata jika kita mengingatnya. Bagian kehidupan yang menjadi sisi kedukaan dan kesedihan mendalam bagi jiwa. Kita boleh menangis mengingatnya. Kita mungkin merasakan kepedihan dalam hati saat menghadirkan memori tentangnya. Tapi, sayangnya, kesedihan, kedukaan, kepedihan itu, tak membuat kita lebih baik menjalani hidup setelahnya.
Kesedihan tinggallah kesedihan. Kedukaan hanya sesaat. Kepedihan tak berapa lama. Kemudian kita kembali hanyut dan terombang ambing dalam rutinitas, dan kesibukan yang terus menerus menyita waktu hidup.
Saudaraku,
Seharusnya, ragam peristiwa itu adalah cermin yang menasihati langkah. Seharusnya, kepedihan, kedukaan, kesedihan, itu adalah pengingat agar kita lebih berhati-hati dan lebih memilih jalan untuk dekat dengan-Nya. Selalu dekat. Tidak pernah menjauh. Apalagi mencari jalan lain. Seharusnya begitu. Tapi itu tidak terjadi, hingga detik ini.
Lalu apa artinya penggalan kisah itu diberikan Allah ada dalam hidup kita? Bukankah Rasulullah saw mengingatkan kita, bahwa musibah itu sejatinya bila disikapi dengan benar akan bisa membawa kita pada derajat yang lebih baik dari sebelumnya. Bukankah segala penderitaan yang dialami seorang Mukmin itu akan membersihkan dirinya dari dosa. Dan ketika kedukaan dan penderitaan itu datang terasa berat dan bertubi-tubi, praktis akan banyak dosa dan kesalahan yang terkikis dari tubuhnya hingga ia bisa menjadi bersih karenanya?
Saudaraku,
Setiap orang memiliki memorinya sendiri-sendiri tentang hidup. Tak semua orang menganggap penderitaan yang dialami seseorang itu berat, seberat apa yang dirasakan oleh orang yang menderita. Tak semua orang juga sepakat bahwa apa yang dialami seseorang itu memang penderitaan dan kesedihan. Karena tak jarang orang menganggap penderitaan itu biasa dan ringan, tapi sebenarnya terasa begitu menggelayut dalam jiwa. Sebaliknya, tidak sedikit orang yang menganggap penderitaan seseorang itu berat, tapi sebenarnya ringan dipikul oleh orang yang mengalaminya.
Apa musibah yang pernah kita alami dalam hidup kita hingga sekarang? Apakah ada musibah paling berat yang kita rasakan disbanding berbagai kondisi sulit yang kita lewati itu? Lalu apa reaksi kita dan langkah kita setelah mengalaminya? Apakah benar musibah yang dialami itu mencuci kesalahan dan lebih mendekatkan diri kita kepada-Nya?
Lili M Nur Aulia
potongan naskah rubrik RuhaniyatMajalah Inspirasi Tarbawi