Disini Cinta Punya Hirarki



                                                     Hasan Al Banna


Aku mencintaimu wahai Rasulullah melebihi cintaku pada semua yang lain kecuali diriku sendiri." Begitu Umar bin Khattab berkata kepada Rasulullah saw. Ia hendak menyatakan cintanya kepada Sang Rasul. Dengan caranya sendiri. Tapi ia tidak menduga kalau jawaban Sang Rasul justru berbeda sama sekali. "Tidak! Wahai Umar! Sampai aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri", jawab Rasulullah saw.
Itu ciri utamanya. Hirarki. Cinta misi berawal dan berujung pada satu dan hanya satu nama: Allah Subahanahu Wataala. Tapi Allah yang menjadi awal dan akhir dari semua cinta berkata kepada Nabi dan kekasih-Nya, Muhammad saw: "Katakanlah kepada mereka, jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku." Maka cinta kepada Allah harus turun pada cinta kepada Rasul-Nya, Muhammad saw. Tapi cinta kepada Muhammad saw mengharuskan kita mencintai semua manusia yang telah beriman kepadanya, khususnya para anggota keluarga yang luhur dan sahabat-sahabatnya yang mulia, dan kepada semua generasi yang datang sesudah mereka dari para tabiin dan pengikut para tabiin, serta siapapun yang mengikuti jalan hidup (manhaj) mereka dari kaum salaf bersama seluruh generasi mukmin hingga hari kiamat.
Cukup? Belum! Masih ada lagi. Cinta pada orang-orang beriman mengharuskan kita mencintai semua 'pekerjaan' yang mendekatkan kita kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman. Jadi cinta kepada Allah harus turun pada orang dan pekerjaan. Orang-orang itu terdiri dari Nabi dan semua orang beriman. Pekerjaan itu terdiri dari semua amal saleh.
Begitu hirarkinya. Semua cinta kita yang lain hanya akan menjadi lurus kalau ia menyesuaikan diri dengan hirarki ini. Cinta pada istri-istri dan anak-anak dan sanak saudara dan handai taulan dan sahabat karib dan rumah-rumah dan mobil-mobil dan harta-harta dan semua dan semua hanya akan menjadi lurus jika ia berada dalam ruang besar yang bernama cinta kepada Allah swt. Perasaan kita harus ditata dalam struktur cinta seperti itu.
Cinta misi adalah sebuah ruang besar tanpa batas. Semua cinta yang lain harus disusun secara proporsional dalam ruang besar itu. Tidak mudah memang. Tapi inilah sumber keharmonisan jiwa manusia. Hanya ketika emosi tertata secara apik dalam hirarki cinta misi, kita menemukan pemaknaan yang hakiki terhadap semua aliran emosi kita yang lain. Persis seperti anak-anak sungai yang mengalir sendiri-sendiri: pada mulanya menyatu di hulu, lalu tampak berpencar di tengah, tapi kemudian bertemu lagi di muara.
Dengan cara itu Al Banna memaknai cintanya pada Allah dan dakwah. Suatu saat anaknya terbaring sakit. Panasnya meninggi. Istrinya panik. Beliau sendiri sedang menjalankan sebuah aktivitas dakwah. Tapi sang istri memanggilnya pulang. Ia tidak kuat sendiri meghadapinya. Ia khawatir terjadi sesuatu pada anak mereka. Tapi sang dai menjawab enteng: "Ajalnya ada di tangan Allah. Kedatanganku tidak akan menambah atau menguranginya."
M. Anis Matta

Artikel Terkait



Tags:

Jalan Panjang.web.id

Didedikasikan sebagai pelengkap direktori arsip perjuangan dakwah, silahkan kirim artikel maupun tulisan Tentang Dakwah ke jalanpanjangweb@gmail.com