AKP Piawai Memadukan Pembangunan Ekonomi dengan Mempertahankan Demokrasi



PERDANA Menteri Recep Tayyip Erdogan menjadi orang kuat yang terpilih secara demokratis di dunia muslim. Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) memenangi pemilu parlemen kali ketiga. Kemenangan dalam pemilu Minggu (12/6) tersebut mengantarkannya menjadi perdana menteri periode ketiga sejak 2002. Itu menjadi rekor di Turki. Partainya meraih mayoritas, 49,9 persen atau 326 di antara 550 kursi, di Turkiye Buyuk Millet Meclisi (Majelis Perwakilan Rakyat Agung).

Erdogan, yang berdwitunggal bersama Presiden Abdullah Gul, membuktikan politik bisa produktif. Dia memenangi hati rakyat dalam Pemilu 2002, mengalahkan kaum sekularis konservatif. Sejak menduduki kekuasaan, pemerintahan Erdogan bekerja keras untuk membangkitkan ekonomi Turki yang saat itu harus mengemis infus dari IMF.

Dengan cepat ekonomi Turki bangkit, bahkan pernah dengan pertumbuhan hampir sepuluh persen. Rakyat mendapatkan manfaat konkret karena pendapatan per kapita dari USD 3.500 melesat menjadi sekitar USD 10.000. Bahkan, ketika Eropa terpukul oleh krisis, ekonomi Turki tetap kokoh. Turki kini menjadi kekuatan ekonomi ke-17 dunia.

Di luar ekonomi, Erdogan yang jarang tersenyum tersebut menjembatani hubungan yang lebih akrab dengan dunia Islam dan tetangganya. Indonesia termasuk dirangkul dan diterapkan kebijakan bebas visa Indonesia-Turki. Negeri berpenduduk 74 juta jiwa itu menerapkan kebijakan zero conflict with neighbors alias tanpa konflik dengan negara tetangga.

Tetapi, Turki tak mengurangi perhatiannya atas apa yang terjadi di sekitarnya, termasuk kebangkitan demokrasi yang disebut ”Musim Semi Arab”. Turki baru saja mengeluarkan kecaman kepada perlakuan brutal terhadap demonstran di Syria. Sebelumnya Turki bereaksi positif terhadap gerakan prodemokrasi di Mesir. Turki juga bersikap keras terhadap Israel, terutama setelah pembunuhan aktivis perdamaian di kapal bantuan Mavi Marmara yang berbendera Turki. Israel dinilai tidak respek kepada sekutunya itu.

Kepiawaian memadukan pembangunan ekonomi, mempertahankan demokrasi (Turki punya sejarah panjang kediktatoran militer), dan diplomasi luar negeri tersebut menjadikan Turki pantas memimpin dunia Islam. Malaysia di bawah Mahathir Mohamad pernah mendapatkan pujian ketika menjadikan Malaysia maju dan modern, namun minus demokrasi. Indonesia sebenarnya bisa berperan lebih besar karena berhasil memajukan ekonomi, namun masih dirundung banyak persoalan internal, terutama korupsi.

AKP –yang berbasis muslim taat, menjunjung etika, serta nilai keluarga– memang memperoleh kursi lebih sedikit jika dibandingkan dengan Pemilu 2007 (merebut 331 kursi). Namun, analis menduga, penurunan kursi itu terjadi karena kecemasan pemilih AKP akan menjadi partai yang terlalu dominan. Seandainya AKP berhasil meraih 2/3 kursi, dia akan bisa mengubah konstitusi. Erdogan ingin menjadikan negaranya demokrasi presidensial, bukan demokrasi parlementer seperti sekarang.

Partai oposisi sendiri miskin isu konkret dalam kampanye. Partai Republikan Rakyat (CHP) dan Partai Gerakan Nasionalis (MHP) juga diterpa isu moral berupa rekaman seks pemuka partai yang mengakibatkan mundurnya sepuluh kandidat legislator. CHP hanya memperoleh suara 26 persen dan MHP 13 persen. Hanya tiga partai itulah yang menghuni parlemen Turki. Sebab, ambang batas suaranya sepuluh persen. Itu sebuah penyederhanaan partai secara demokratis yang bisa jadi ilham.

Demokrasi memang gaduh. Tetapi, pemimpin tegar mampu mengatasi kegaduhan tersebut menjadi produktif. Erdogan jarang tersenyum, namun tindakan dan kebijakannya membuat rakyat tersenyum gembira. Hasilnya, rakyat mengingatnya ketika lima menit di bilik suara. (radarjogja)
 

Artikel Terkait



Tags: ,

Jalan Panjang.web.id

Didedikasikan sebagai pelengkap direktori arsip perjuangan dakwah, silahkan kirim artikel maupun tulisan Tentang Dakwah ke jalanpanjangweb@gmail.com