Tarbiyah Qolbiyah




Refleksi Ruhiyah Seorang Da’i
Rasulullah saw bersabda, “umat ini diberi kabar gembira dengan keagungan, ketinggian, kemenangan dan kekokohan dimuka bumi, maka barang siapa diantara mereka yang beramal akhirat untuk kepentingan dunianya, maka ia di akhirat tidak akan mendapat bagian”.(HR. Ahmad)

Dalam hadits singkat ini, terdapat sebuah makna yang mendalam yang patut direnungi oleh pengemban amanah da’wah. Sebuah berita gembira, lagi-lagi Rasulullah sampaikan kepada umatnya. Bahwa mereka insyaAllah akan mendapatkan segalanya dimuka bumi ini, padahal dalam hadits-hadits lain, Rasulullah sudah banyak mengungkapkan hal senada, bahkan banyak yang diriwayatkan oleh para imam-imam hadits yang mendapatkan ‘stempel sohih’ oleh para pakar hadits. Namun dalam kesempatan ini disamping memberikan busyro (berita gembira) tersebut, seolah beliau juga memberikan sebuah rambu’ tanda seru” yang menuntut kita untuk berhati-hati, dimana beliau mengatakan “maka barang siapa diantara mereka yang beramal akhirat untuk kepentingan dunianya, mka ia di akhirat tidak mendapatkan bagian”. Beliau dapat merasakan –wallahu a’lam- adanya fenomena harokah islamiyah yang memperjuangkan habis-habisan kejayaan umat ini. Namun bersamaan dengan itu ada pula kekhawatiran munculnya person-person yang beramal haroky yang sangat kental bernuansakan akhirat ,namun ternyata dalam hatinya menyimpan motif-motif yang bersifat ‘keduniawian’. Hadits di atas sangat jelas mengarahkan kita pada hal ini.

Mari kita perhatikan. Jika ada sebuah pertanyaan “siapakah diantara kaum muslimin yang memiliki keyakinan akan adanya pertolongan Allah, kejayaan dan kemuliaan untuk umat Islam?” Tidak dapat kita pungkiri, bahwa mereka-mereka yang terjun dalam dunia harokahlah yng paling yakin dan paling banyak berbuat untuk mewujukan hal itu. Karena semua Harokah Islamiyah, apapun namanya mempunyai orientasi utama untuk menyadarkan umat ini dari ‘kejahiliyahan modern’ yang membelenggu mereka dalam keterbelakangan dan kebodohan, untuk kembali pada nilai-nilai Islam yang Robbani, yang dapat mengantarkan mereka ke puncak kejayaannya. Karenanya, dapat dipastikan bahw kinerja dan program kerja Harokah Islamiyah akan bernuansakan Islam.

Namun bersandar pada hadits di atas, ternyata peringatan beliau ini seolah tertuju secara khusus untuk para pengemban risalah (baca:aktivis da’wah). Padahal, sebagaimana kita singgung, mereka adalah orang-orang yang paling berkompeten terhadap kejayaan umat Islam. Mungkin karena mereka adalah hamba-hamba Allah yang dicintai-Nya, namun menyimpan potensi untuk jatuh dalam kekeliruan kecil tapi berbahaya, makanya Allah melalui lisan rasulNya, memberika’rambu’ ini, sebagai salah satu tanda cinta kepada hamba-hambaNya ini.

Dari sini tampak ada hikmah yang cukup mendalam, yang perlu kita tadabburi bersama . Salah satu dari hikmah-hikmah tersebut adalah-wallahu’alam-urgensitas aktivitas qolbiyah dalam pribadi aktivis da’wah. Karena secara zhohir, tidak ada aktivis da’wah yang tidak islami, baik akhlaqnya, fikriyahnya, maupun suluk(perilaku)nya. Bahkan sangat aneh jika ada yang demikian. Tapi disisi lain, hal ini juga rentan terhadap penyakit hati yang dapat melumatkan amalnya sendiri. Jika tidak hati-hati, predikat aktivis da’wah dapat mnjerumuskannya kejurang keriyaan, cinta pujian, ambisius akan jabatan, bahkan juga hal lain yang bernuansa duniawi, seperti untuk menjadikan da’wahnya sebgai jembatan untuk mencari harta,(na’udzubillah..)Hal seperti inilah yang mungkin dikhawatirkan Rasulullah saw, sehingga beliau lantas memberikan rambu tanda seru pada hadits diatas.

Hal semacam ini diperkuat lagi dengan adanya hadits lain, yang bahkan lebih tajam menggambarkan jenis aktivitas yang hanya diperhatikan dalam dunia harokah Islamiyah. Imam Muslim meriwayatkan Hadits dari Abu Hurairah ra bahwa rasulullah SAW bersabda,”Orang yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah seorang yang mati syahid. Setelah dihadapkan dan ditanyakan tentang nikmat-nikmat Allah kepadanya, ia mengakuinya, Allah bertanya kembali kepadanya,’Apa yang kau lakukan terhadap nikmat-nikmat-Ku itu?’Ia menjawab, aku berperang dijalan-Mu hingga aku mati syahid’, Kemudian Allah mengatakan,’Kau dusta! Namun kau berperang karena agar dikatakan pemberani, dan hal ini sudah dikatakan oleh orang-orang.”

Gambaran dalam hadits ini lebih kental menunjukkan aktivitas harokah, bahkan mungkin itulah puncak amalan harokah islamiyah. Karena unuk menjadi syahid, tidak semua orang siap mengorbankan jiwa, raga, harta, waktu, dan tenaga untuk berjihad di jalan Allah. Lagi-lagi hanya merekalah yang berkecimpung dalam dunia harokahlah yang sanggup berbuat seperti ini, namun ternyata tidak semua amalan yang dilakukan aktivis da’wah mendapatkan ‘tanggapan positif’ dari Allah SWT.
Terbukti dengan gambaran pemuda dalam hadits diatas yang mati syahid, namun Allah jutru mengatakannya berdusta dan hanya mencari ketenaran supaya dikatakan pemberani atau peduli dngan ummat. Sungguh ironis, betapa perjuangan untuk mengorbankan jiwa dan segalanya untuk berjihad, namun karena ada secuil motif yang ‘jahili’ akhirnya justru meghancurkan segalanya.

Oleh karenanya, sebagai aktivis da’wah sangat penting sekali bagi kita untuk meninjau ulang niatan-niatan dalam hati. Kita perlu membuka lebar-lebar jiwa dihadapan diri kita sendiri. Kita perlu jujur kepada diri kita dan tentunya kepada Allah. Apakah sebenarnya yang kita perjuangkan selama ini sudah benar-benar murni untuk mengharapkan ridhoNya?Ataukah semua itu hanyalah simbol-simbol belaka yang sebenarnya ada motif-motif lain dibalik itu dalam jiwa kita? Atau bahkan apakah aktivitas da’wah kita hanya sekedar mengikuti trend yang sedang marak akhir-akhir ini? Kita juga perlu ingat bahwa diri kita pada hakekatnya adalah mad’u (target da’wah) utama kita, yang harus kita bina habis-habisan sebelum kita membina orang lain.

Ulama-ulama terdahulu sangat menyadari akan bahayanya fenomena ini. Dan karenannya mereka menganjurkan kepada para aktivis da’wah untuk memperbanyak aktivitas qolbiyah dalam ksehariannya agar terhindar dari niatan, motif serta dorongan yang tidak lagi murni karena Allah.
Menurut sebagian mereka aktivitas itu terbagi dua, yaitu zohiri dan ma’nawi (qolbi)

Yang pertama adalah semua amalan (aktivitas ubudiyah) yang dapat dilihat oleh orang lain, seperti sholat, membaca Al-Qu’an dan sebagainya. Sedangkan yang kedua adalah aktivitas khusus yang dilakukan oleh hati, bisa berupa zikir-zikir yang tidak terdengar orang lain, mendoakan orang lain dalam hati, istighfar dan sebagainya. Bentuk yang kedua inilah yang dianjurkan untuk diperbayak. Doa-doa pagi dan petang yang senantiasa kita baca, alangkah baiknya jika kita selalu membacanya dalam hati dimana saja dan kapan saja.

Aktivis da’wah yang tidak membiasakan diri dengan aktivitas qolbyah, dikhawatirkan-wallahu’lam- akan mengalami kegersangan dalam segenap amalannya. Bahkan dalam amalan da’wah yang dilakukannya sekalipun. Terlebih-lebih jika ia terhinggapi oleh penyakit-penyakit hati, yang tidak mustahil justru akan melumatkan seluruh amalnya. Oleh karenanya, lebih baik kita memiliki amalan yang bernilai sepuluh dan orang-orang hanya mengetahui dua saja. Dibandingkan amalan kita Cuma dua, namun dilihat orang seolah bernilai sepuluh. Hal ini sangat urgen agar jangan sampai kita yang sudah sekian lama bekerja sepenuh hati untuk kejayaan umat ini, ternyata hati kita terhinggap oleh motif-motif lain yang justru menyingkirkan kita dari pahala Allah diakhirat kelak.Wallahu a’lam

Artikel Terkait



Tags:

Jalan Panjang.web.id

Didedikasikan sebagai pelengkap direktori arsip perjuangan dakwah, silahkan kirim artikel maupun tulisan Tentang Dakwah ke jalanpanjangweb@gmail.com