Suara mercon terdengar di sana-sini, ketika saya keluar dari masjid, Jumat petang (11/2) ini. Langit yang gelap dihiasi oleh bunga-bunga api berwarna-warni. Terdengar siulan-siulan dan zaghrudah, mirip sebuah perayaan pernikahan. Firasat saya mengatakan ini adalah tanda sebuah pesta kemenangan.
Setengah berlari saya menuju rumah, kemudian segera menyalakan televisi. Semua breaking news-nya mengatakan: ”Mubarak telah meletakkan jabatannya”.
Maydan Tahrir dipenuhi teriakan histeris, sujud kebahagiaan, bendera-bendar Mesir dilambai-lambaikan. Hal serupa juga terlihat di Alexandria, Suez, Isma’iliyah.
Akhirnya, kesabaran para demonstran menuai hasil. Setelah melalui lebih dari dua pekan. Sejak Jum'at kelam yang menelan korban puluhan bahkan ratusan korban jiwa, ”Jum'atu al-Ghadhab” Jumat kemarahan. Kemudian, pada Jumat berikutnya yang mereka namakan ”Jum’atu ar-Rahil” Jum'at kepergian. Maka akhirnya pada Jumat ketiga yang bertajuk ”Jum'atu at-Tahaddy” (Jumat tantangan), setelah ia dan keluarganya terbang ke Syarm el-Syeikh.
Omar Sulaiman membacakan pernyataan yang sangat singkat tapi sangat ditunggu-tunggu oleh 80 juta rakyat Mesir. ”Dengan ini Presiden Mubarok secara resmi meletakkan jabatannya sebagai Presiden Republik Arab Mesir dan menyerahkan sepenuhnya urusan negara kepada Majelis Tinggi Angkatan Bersenjata”.
Saya bukan orang Mesir, tapi saya bisa merasakan kebahagiaan yang luar biasa, sebagaimana kebahagiaan orang Mesir. Tak seperti biasanya, tukang jahit di depan rumah saya segera menutup kiosnya. ”Hanahtafil” (kami akan berpesta). Ada bapak-bapak yang sehari-harinya menjadi tukang kebun, samar-samar ia mengusap dua matanya karena haru.
Di luar, suara-suara klakson mobil terdengar di mana-mana. Kali ini bukan karena kemacetan lalu-lintas, tapi karena sebuah luapan kebahagiaan. Kemenangan rakyat melawan tirani.
Sekat-sekat psikis yang selama ini mengepung rakyat kecil sekarang menjadi sirna. Ketakutan, terintimidasi, terbelenggu kebebasan berpendapat, terjerat rumitnya birokrasi keamanan, monopoli, dan berbagai modus kezhaliman yang diperankan sang penguasa selama 30 tahun terbebas.
Sore ini, malam ini bersama tenggelamnya matahari, tenggelam pula lah arogansi Sang Penguasa. Doa-doa sang mazhlum petang ini dikabulkan Allah. Setelah perjuangan panjang. Bermalam-malam di Tahrir melawan lapar dan dingin. Melewati hari mengerikan, pertempuran dengan polisi, scenario perang sipil dengan para pendemo palsu yang mendukung penguasa.
Mimbar-mimbar Jumat yang pekan lalu digunakan sebagai corong menyerang demonstran pro reformasi, kali ini, siang tadi sama sekali tak berani melawan arus. Karena sejak Selasa lalu bahkan puncaknya Kamis kemarin saat bukan hanya para pemuda yang dijuluki dengan ”generasi facebook” didukung oleh ikatan guru, para praktisi hukum, buruh, teknokrat, dan berbagai kekuatan-kekuatan sosial lainnya menyatakan satu tuntutan bulat: hengkangnya Mubarok!
Rupanya, transkrip lengkap pidato Mubarok tadi malam yang tak mau mundur --sebagaimana dinukil lengkap oleh koran el-Akhbar-- rupanya menyulut kemarahan yang sangat luar biasa bagi rakyat Mesir.
Sebelumnya, tak ada tanda-tanda bahwa ia akan mundur. Tapi belum sampai 20 jam dari pidatonya semalam, ia pun akhirnya mengibarkan bendera putih dan harus mengatakan bahwa rakyat menang.
Entahlah, apakah karena kurang punya nyali, pernyataan mundurnya dibacakan oleh Wakil Presiden, Omar Suleiman yang baru berumur dua pekan.
"Atas nama Allah yang Maha Penyayang, dalam situasi yang sangat sulit yang dihadapi Mesir, Presiden Husni Mubarak memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai presiden republik dan menunjuk Dewan Militer untuk menjalan tugas-tugas negara," kata Suleiman. "Semoga Allah membantu kita semua," ujar Suleiman.
Pengumuman yang disampaikan lewat televisi itu disambut meriah oleh massa di mana-mana, termasuk yang masih berdemonstrasi di Lapangan Tahrir dan kota-kota lain, seperti di Iskandariah.
"Rakyat telah menumbangkan rezim," teriak mereka. Mereka bersorak-sorai dan melambaikan bendera Mesir.
Di jalan-jalan Kairo, para pengemudi membunyikan klakson untuk merayakan pengunduran diri Mubarak. Terdengar juga tembakan. Ratusan ribu massa yang tumpah ke Lapangan Tahrir untuk semula mengadakan demonstrasi lanjutkan, kini bersorak gembira.
Kabarnya, setelah pengumuman ini, Mubarak tak jelas keberadaannya.
Andai ia mau mengalah sejak tanggal 25 Januari…, andai ia mau mengalah sejak tanggal 28 Januari… yang menjadikan malam kelam di Mesir, atau bahkan mau mengalah tanggal 4 Februari… ceritanya akan lain. Rakyat Mesir, mungkin masih mau memaafkannya.
”Sekarang terlambat,” demikianlah kata sebagian rakyat Mesir.
Tapi biarlah malam ini rakyat berpesta. Orang-orang shalih dan terzhalimi bersyukur pada Tuhannya. Rakyat-rakyat miskin meluapkan kebahagiaannya dengan caranya sendiri.
”Saya tak tahu harus berkata apa lagi kepada pemirsa dan Anda,” kata seorang presenter TV al-Arabiyah, seolah kehilangan kata-kata.
Meski bukan orang Mesir, saya bersyukur dan berterima kasih pada Allah azza wa jalla, bisa merasakan aura kebahagiaan rakyat Mesir. Mudah-mudahan berita-berita baik lainnya bagi mereka terus susul-menyusul. "Waj'alna min ibadika ash-shalihin."
Laporan Pandangan Mata
Reporter: Saiful Bahri
SUARA suara mercon
sumber: hidayatullah.com