Mahir Ber-Al-Qur’an”




Taujih Rabbani
 “Dan sungguh telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?”
(QS. Al-Qamar: 17, 22, 32, 40)

Taujih Nabawi
الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرآنَ وَهُو مَاهِرٌ بِهِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرآنَ وَهُوَ يَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ
“Orang yang membaca Al-Qur’an dengan mahir bersama para malaikat yang mulia lagi berbakti, sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an dengan terbata-bata dan ia mengalami kesulitan (terus berusaha untuk membacanya), maka ia mendapat dua pahala.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Ketahuilah, di antara kewajiban kita terhadap Al-Qur'anul Karim ialah kita membaca dan menjadikannya sebagai bacaan harian. Namun tidak sekedar membaca, melainkan kita berusaha membacanya dengan bacaan yang benar menurut ketentuan tajwid.

Omong-omong soal kewajiban berinteraksi terhadap Al-Qur’an, kita saksikan kaum muslimin terbagi menjadi beberapa golongan.

Pertama, orang-orang yang sama sekali jauh dari Al-Qur’an. Jangankan untuk membaca dan mempelajarinya, menyentuhnya saja mungkin bisa dihitung dengan jari dalam seumur hidup mereka. Kita berdoa semoga Allah melimpahkan hidayah kepada kita dan mereka.

Kedua, mereka yang menjadikan Al-Qur’an sebagai ritual belaka. Di antara mereka ada yang amat berfokus mempelajari ilmu tilawah, melagukan serta melombakannya. Namun kebanyakan mereka terhenti pada aktivitas itu dan tidak memenuhi kewajibannya lebih lanjut. Ada kalangan yang begitu mengagungkan dan menyucikan fisik Al-Qur’an (mushhaf dan tulisan Al-Qur’an), namun perilaku mereka menentang ajaran Al-Qur’an. Kita berlindung kepada Allah semoga tidak termasuk yang demikian. Sebab, kalangan semacam ini sebagaimana yang disifati oleh Rasulullah SAW, “Suara mereka tidak dapat melewati tenggorokan mereka (tidak meresap dalam hati). Hati mereka dan orang-orang yang simpati kepada mereka telah terfitnah (keluar dari jalan yang lurus).”

Ketiga, ada pula orang-orang yang menyikapi Al-Qur’an hanya dengan memahami dan mengamalkannya (menurut perkiraan mereka). Mereka tidak banyak membaca Al-Qur’an dan kurang memperhatikan kualitas bacaannya. Sebagian mereka berkata, “Membaca Al-Qur’an itu tidak terlalu penting, yang penting adalah aplikasinya.”

Ketiga  kelompok itu semuanya merupakan kalangan yang tidak utuh dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an. Penyebab utamanya adalah dua hal: (1) Tidak diterimanya ilmu yang cukup tentang Al-Qur’an serta tuntutan iman terhadapnya; (2) Dominasi kerja akal yang hanya menikmati buah pikiran manusia. Yang pertama kita sebut penyakit syubhat, biasanya menimpa orang-orang awam yang kurang mendapatkan akses pendidikan keislaman sehingga mereka hanya mengikuti tradisi keagamaan di lingkungannya. Dan yang kedua disebut penyakit syahwat, biasanya ini menimpa orang-orang berpendidikan modern, termasuk di antaranya sebagian intelektual/aktivis muslim.

 keempat, yakni orang-orang yang berusaha memenuhi kewajiban interaksinya terhadap Al-Qur’an secara sempurna. Dimanakah posisi kita, semoga menjadi orang-orang yang tidak setengah-setengah dalam memahami Al-Qur'an, dan kami sedang berusaha membuat suatu program bernama Mahir Ber-Al-Qur’an” sebuah program untuk memfasilitasi pemahaman dan interaksi secara utuh dengan AlQur'an, mohon doanya dalam waktu dekat akan segera terbit buku Mahir Ber-Al-Qur’an”


Prio Sudiyatmoko

Artikel Terkait



Tags:

Jalan Panjang.web.id

Didedikasikan sebagai pelengkap direktori arsip perjuangan dakwah, silahkan kirim artikel maupun tulisan Tentang Dakwah ke jalanpanjangweb@gmail.com