Kalaulah ada seribu pembangun
Dihadapi dngan seorang penghancur
Cukuplah sudah
Bagaimana jika ada seribu penghancur
Menghadapi hanya stu orang pembangun
Dihadapi dngan seorang penghancur
Cukuplah sudah
Bagaimana jika ada seribu penghancur
Menghadapi hanya stu orang pembangun
jalanpanjang.web.id - Syair ini barangkali kontras dengan kondisi dakwah yang sedang sama-sama kita bangun. Bahwa dakwah telah terbangun pondasinya sedikit demi sedikit, dan mulai terlihat bangunannya. Masyarakat telah dapat melihat wujud dakwah inidan mereka juga telah merasakan hasil dan manfaat keberadaannya. Kita telah pernah membangunnya bersama-sama. Dengan kebersamaan, dengan segala kekuatan dan kemampuan yang ada, dengan peluh, keringat, air mata, dan bahkan darah serta nyawa.
Tapi dibalik bangunan yang kian bertambah besar itu, pasti ada ancaman yang mungkin saja datang dari kalangan dalam atau orang-orang yang telah ikut membangun. Atau ancaman yang mungkin saja datang dari musuh kalangan luar, dan bukan orang-orang yang pernah ikut membangun. Syaikh Jasim Muhalhil Al Yasin, seorang da’i asal Kuwait, mengatakan bahwa dua bentuk ancaman itu sama-sama berbahaya. Tapi yang lebih berbahaya adalah ancaman yang pertama, yakni ancaman penghancuran yang datang dari dalam tubuh internal dakwah sendiri. Ini mengilustrasikan, andai sebuah bangunan berdiri kokoh, maka ia akan dengan mudah menghalau dan membentengi dirinya dari serangan luar. Tapi andai serangan itu ada didalam, maka bangunan itu akan sangat lebih kehancurannya. Beliau malah menggambarkan jika pengahancuran itu berupa bom yang meledak dan menghancurkan salah satu sendi bangunan itu dari dalam, maka akibat akhirnya adalah kehancuran yang menyeluruh.
Disinilah kita harus melakukan refleksi dan terus menerus melakukan valuasi. Gerakan dakwah sangat membutuhkan refleksi dan evaluasi seperti ini untuk mengantisipasi dan meyusun rencana menghadapi berbagai kemungkinan kedepan. Disinilah kta memerlukan langkah yang disebut Ri’ayah Da’wiyah atau Recovery Da’wah. Langkah yang seharusnya bukan dilakukan pada fase-fase tertentu, melainkan setiap waktu. Bukan hanya pada momentum tertentu tapi pada setiap perguliran gerakan dakwah yang tidak pernah berhenti ini. Agar setiap elemen bangunan dakwah ini, tidak lupa akan unsur-unsur yang menjadikannya kuat. Agar setiap orang yang terlibat dalam bangunan ini tetap ingat terhadap berbagai unsur yang menyebabkan kelemahan dan bahkan kehancurannya. Agar kita tidak mengulangi kesalahan dan kekeliruan yang terjadi.
Ri’ayah da’wiyah sendiri hanya satu dari berbagai langkah ri’ayah yang penting dilakukan saat ini. Termasuk ri’ayah tarbawiyah (recovery tarbawi), ri’ayah tanzimiyah (recovery struktural), ri’ayah iqtishodiyah (recovery ekonomi), ri’ayah siyasiyah (recovery politik), dan ri’ayah ijtima’iyah (recovery sosial). Semua lingkup ri’ayah ini dimaksudkan untuk melakukan rcovery atau tahap pemeliharaan dan konsolidasi terhadap bidang-bidang yang harus menjadi fokus gerakan dakwah.
Ri’ayah tarbawiyah, adalah unuk melakukan pemeliharaan dan penghidupan suasana tarbawi yang sehat dalam pertemuan-pertemuan tarbawi. Kembali memperhatikan aspek kaderisasi secara lebih cermat dan terarah sesuai manhaj tarbiyah.
Ri’ayah tanzimiyah, maksudnya adalah langkah rekonsolidasi kekuatan struktur dakwah. Melakukan evaluasi terhadap berbagai fenomena yang muncul dalam struktur dakwah di berbagai levelnya, lalu megeluarkan rekomendai yang memperkuat soliditas struktur.
Ri’yah iqtisodiyah, adalah langkah-langkah untuk melakukan pemeliharaan dan pengembangan potensi para kader dakwah. Sebab boleh jadi dalam perjalanan selama ini, ada banyak potensi ekonomi para kader dakwah yang banyak tesedot oleh aktivitas dakwah, ada banyak potensi ekonomi kader dakwah yang belum tergali, ada banyak peluang-peluang ekonomi yang harusnya bisa dimanfaatkan oleh para kader dakwah. Karena kemampuan dan stabilitas ekonomi, mau tidak mau akan menjadi syarat pendorong aktifitas dakwah.
Ri’ayah siyasiyah, adalah langkah evaluasi, yang dilanjutkan dengan penguatan dan perluasan dakwah di lapangan politik. Evaluasi untuk mengeliminir kekelirun langkah dalam berpolitik dan mengantisipasi dinamika politik yang berkembang sesuai dengan prinsip-prinsip musyarokah siyasiyah (koalisi politik). Sedangkan ri’ayah ijtimaiyah adalah untuk menjaga dan memelihara kepentingan publik, sehingga masyarakat akan semakin merasakan kenikmatan dan keindahan syariat Islam yang dibawa oleh gerakan dakwah.
Begitulah, langkah demi langkah ri’ayah itu kini harus berjalan. Kita pasti juga mengeri bahwa tabi’at pertumbuhan dakwah ini akan selaras dengan tabi’at ujian dan fitnah yang menerpanya. Langkah ri’ayah ini, semoga bisa menjadikan tubuh dakwah kita semakin kuat dan imun terhadap serangan dari dalam dirinya. Tentu saja, akan semakin kokoh juga menghadapi ragam upaya perobohan dari luar dirinya.
Sumber : Majalah Da’watuna Edisi 9/Th.01/Mei-Juni 2005