Mendorong penciptaan lapangan kerja yang seluas-luasnya serta layak bagi kemanusiaan untuk menghapuskan kemiskinan dan mendorong pemerataan pendapatan dan kesejahteraan melalui program pemberdayaan masyarakat miskin dan sektor informal. Membangun industri nasional yang tangguh dan berdaya saing tinggi, berbasis SDM berkualitas dan kemampuan inovasi teknologi yang memadai dalam rangka mencapai kemandirian bangsa. Mencapai pertumbuhan ekonomi yang bernilai tambah tinggi untuk mewujudjan pembangunan lestari dengan melakukan integrasi antar sektor serta pembangunan berbasis wilayah dan potensi regional yang berbasis pada masyarakat luas. Membatasi tindakan spekulasi, monopoli dan kriminal ekonomi yang dilakukan oleh penguasa modal dan sumber-sumber ekonomi lain untuk menjamin terciptanya kesetaraan bagi seluruh pelaku usaha demi terwujudnya ekonomi egaliterian. Pembangunan ekonomi yang mementingkan pertumbuhan tinggi selama ini telah menghasilkan berbagai kemajuan berarti, namun juga mewariskan berbagai permasalahan mendasar yang harus diselesaikan.
Pembangunan ekonomi pada masa lalu pada satu sisi telah berhasil menigkatkan pendapatan per kapita penduduk dan perbaikan kualitas hidup mereka secara rata-rata, akan tetapi pada sisi lain telah mengakibatkan kesenjangan pendapatan yang mencolok antar golongan pendapatan, antar wilayah, dan antar kelompok masyarakat, serta tingkat kemiskinan masih tetap sangat tinggi. Krisis ekonomi tahun 1997 telah memaksa Indonesia melakukan perubahan secara mendasar dalam aspek politik, ekonomi, sosial dan hukum menuju sistem baru yang diharapkan lebih berkeadilan, berkelanjutan dan lebih menitik-beratkan pada pengentasan kemiskinan serta peningkatan kesejahteraan umum. Meskipun demikian, proses transformasi tersebut belum mencapai hasil yang optimal. Bahkan, berbagai langkah transformasi dan reformasi awal telah mengakibatkan sejumlah permasalahan baru yang menuntut pemecahan lebih sistematis dan konsisten.
Bencana alam datang silih-berganti sejak gempa bumi dan tsunami melanda Aceh tahun 2004 hingga banjir dan tanah longsor di sejumlah daerah telah menyadarkan kita akan pentingnya perhatian dan usaha konservasi sumber daya alam dalam pengembangan sektor perekonomian hingga tercapai pembangunan yang lestari.
Misi dan Strategi
Misi PK Sejahtera dalam bidang perekonomian adalah “Mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat.” Strategi yang dikembangkan yaitu melakukan pembangunan ekonomi yang mampu mencapai pemerataan pendapatan yang menjangkau
masyarakat luas berbasis pada pertumbuhan ekonomi bernilai tambah tinggi dan lestari. Penyumbang terbesar angka kemiskinan di Indonesia adalah sektor pertanian di pedesaan dan sektor informal di perkotaan. Kenyataan ini merupakan paradok mengingat potensi yang sangat besar bagi Indonesia di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian tidak mendapat perhatian yang memadai dalam pembangunan ekonomi nasional selama ini. Oleh karena itu, PK Sejahtera menetapkan strategi pengentasan kemiskinan dengan melalui program melipatgandakan produktifitas penduduk tani dan nelayan dan penduduk di sektor informal di perkotaan. Basis yang kuat pembangunan ekonomi sebuah bangsa ditandai oleh keterkaitan antar sektor yang kuat, di mana output sektor yang satu menjadi input sektor yang lain dan seterusnya. Hanya saja sektor industri yang menjadi motor utama penggerak ekonomi nasional yang telah dikembangkan adalah footloose industries, yaitu industri-industri yang tidak berpijakan kuat pada potensi input SDA lokal yang ada, sehingga penyerapan tenaga kerja dari sektor lain sangat rendah 1 . Untuk mencapai pemerataan pendapatan yang menjangkau masyarakat luas PK Sejahtera menetapkan strategi membangun industri dengan menitikberatkan pada koordinasi lintas sektoral yang baik yang dilakukan dengan cara membuat keterkaitan input-output antara sektor yang satu dengan yang lain secara integratif.
Rendahnya daya saing industri nasional ini disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM dan lemahnya penguasaan iptek sebagai motor penggerak utama proses globaliasasi ekonomi. Pengembangan SDM yang berkualitas dan penguasaan teknologi serta kemampuan inovasi melalui R&D adalah kunci peningkatan
daya saing industri nasional. Untuk itu PK Sejahtera menggariskan strategi peningkatan daya saing yang dilakukan sejalan dengan pembangunan faktor produksi yang berbasis pada penguasaan teknologi dan kemampuan SDM yang tinggi. Rendahnya daya saing industri nasional juga diakibatkan oleh lambatnya perbaikan iklim investasi dan pembangunan infrastruktur dasar, tersendatnya reformasi birokrasi dan upaya pemberantasan korupsi. Oleh karena itu reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi dengan upaya menghilangkan praktek perburuan rente (rent seeking) yang telah mengakar dalam dunia bisnis nasional yang mengakibatkan 1 Hanya 4% tenaga kerja dari sektor pertanian berpindah ke sektor industri selama 20 tahun antara 1985—2005 (BPS). ekonomi biaya tinggi secara tuntas merupakan agenda utama PK Sejahtera di luar bidang ekonomi. Kondisi stabilitas ekonomi makro pada tahun-tahun terakhir ternyata tidak serta merta berdampak pada kondisi ekonomi riil yang membaik. Tidak berjalannya investasi di sektor riil disebabkan antara lain karena terjadinya fenomena ‘decoupling’ antara sektor finansial dan sektor riil sebagai akibat oleh kecenderungan pemilik modal untuk melakukan tindakan spekulatif di sektor keuangan dengan tujuan memburu keuntungan yang besar dalam waktu yang cepat.
Oleh karena itu perbaikan sektor riil hanya bisa dilakukan dengan melakukan pengurangan terhadap tindakan spekulatif di sektor keuangan, dan menciptakan sistem yang mampu mengintegrasikan sektor keuangan dan sektor riil untuk meningkatkan investasi langsung. PK Sejahtera akan melakukan upaya yang maksimal untuk membatasi tindakan spekulasi, monopoli dan kriminal ekonomi yang dilakukan oleh penguasa modal dan sumber-sumber ekonomi lain untuk menjamin terciptanya kesetaraan bagi seluruh pelaku usaha bagi terwujudnya ekonomi egaliter.
Langkah Utama Perbaikan
Untuk merealisasi misi di atas, PK Sejahtera merumuskan langkahlangkah perbaikan yang terdiri dari langkah utama dan langkah pendukung. Langkah utama adalah: 1) Melipatgandakan produktivitas petani dan nelayan; 2) Mendongkrak daya saing sektor industri dan jasa; 3) Membangun sektor-sektor yang menjadi sumber pertumbuhan baru. PK Sejahtera memandang bahwa pengentasan kemiskinan dan pemerataan pendapatan (equity) adalah masalah utama yang harus
diprioritaskan dalam pembangunan ekonomi bangsa. Dari kajian atas analisis permasalahan yang ada, maka kedua masalah ini sangat berkaitan dengan pembangunan sektor pertanian. Oleh karena itu sektor ini menjadi prioritas utama platform pembangunan ekonomi PK Sejahtera dengan langkah utama pertama, yaitu melipatgandakan produktivitas sektor pertanian, kehutanan dan kelautan. Langkah ini dilaksanakan melalui program utama modernisasi sektor pertanian dan kelautan, serta relokasi hingga
separoh penduduk tani ke sektor industri dan jasa berbasis agro. Langkah kedua adalah untuk mendongkrak daya saing sektor industri dan jasa yang merupakan sumber utama pertumbuhan (growth) ekonomi nasional. Penekanan pada langkah ini adalah pembangunan ekonomi yang bernilai tambah tinggi serta koordinasi lintas sektor dan lintas wilayah dengan sasaran untuk meningkatkan efek pengganda sektor/wilayah yang kaya sumber daya alam, seperti pertambangan dan energi, dengan meningkatkan
nilai tambah proses ekonomi di dalam negeri. Semuai itu mengandalkan SDM yang berkualitas dan kemampuan penguasaan teknologi yang memadai. Pemerataan (equity) dan pertumbuhan (growth) yang menjadi sasaran langkah pertama dan kedua sering dianggap sebagai dua hal yang bertentangan, yang tidak mungkin dicapai secara bersamaan. Mengingat potensi ekonomi Indonesia, baik sumber daya alam maupun manusia (pasar) yang belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk pembangunan ekonomi, maka PK Sejahtera memandang bahwa dua hal ini sangat mungkin dicapai secara bersamaan. Di samping itu mengingat sasaran masing-masing langkah berbeda, maka pelaksanaan pembangunan bisa dilakukan secara bersamaan. Dengan koordinasi lintas sektoral dan wilayah yang baik diharapkan bisa tercapai pemerataan dan pertumbuhan secara bersamaan. Langkah ketiga adalah membangun sektor-sektor yang menjadi sumber pertumbuhan baru. Sebagai negara maritim dengan potensi laut yang tak terbatas dan wilayah darat yang luas dengan potensi kekayaan alam yang belum sepenuhnya digali, serta pasar dalam
negeri yang sangat besar, maka Indonesia mempunyai modal pembangunan utama yang selalu terbaharui. Kita tidak bisa lagi mengandalkan kekayaan alam seperti migas dan bahan tambang yang bernilai tambah rendah dan tak terbaharui seperti selama ini. Kelautan, perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan adalah sektor-sektor yang mempunyai potensi yang sangat besar bagi Indonesia untuk digali demi membangun industri berbasis sumber daya alam dengan nilai tambah dan daya saing tinggi. Lebih jauh lagi di antara penduduk Indonesia yang demikian besar terdapat SDM berkualitas sangat tinggi dengan tingkat pendidikan dan penguasaan teknologi yang canggih dan mampu bersaing di bidang-bidang yang paling terdepan (frontier) di dunia. Mereka ini meski hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia adalah kelompok penduduk yang harus diberi perhatian oleh pemerintah untuk membangun sektor ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge). Bidang-bidang yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan dalam kategori ini adalah sektor bioenergi, farmasi, bioteknologi, telematika, peralatan kedokteran dan instrumentasi. Untuk pengembangan bidang-bidang yang tergolong berteknologi tinggi (hi-tech) ini, PK Sejahtera memandang bahwa bukan masalah keperluan modal yang sangat besar dan pengembalian (return) yang rendah, tetapi yang lebih diperlukan adalah kebijakan pemerintah yang memberikan peluang yang memadai bagi bidang-bidang ini untuk tumbuh, terutama bantuan pada tahap awal untuk pengembangan produk menuju komersialisasi dan bantuan pendanaan yang bersifat modal ventura2. Diharapkan bidang-bidang ini akan bisa mengangkat martabat bangsa dan juga menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi baru.
Kunci keberhasilan ketiga langkah tersebut di atas terletak pada kebijakan pemerintah yang menjamin terjadinya koordinasi lintas sektor dan pengembangan SDM dan inovasi teknologi yang merupakan motor utama daya saing ekonomi nasional.
Melipatgandakan Pendapatan Petani dan Nelayan
Sasaran utama langkah ini adalah untuk meningkatkan produktivitas (pendapatan) para petani dan nelayan dengan golongan pendapatan menengah ke bawah atau petani pemilik Pengembangan industri berbasis teknologi tinggi sering dikritik oleh kebanyakan para ekonom karena dianggap terlalu memboroskan dana seperti yang terjadi pada pengembangan BUMNIS pada masa Orde Baru. lahan kurang dari 0.5 Ha per kapita yang jumlahnya mencapai 56.4% dari seluruh penduduk petani. Skema transformasi penduduk tani/nelayan dijelaskan seperti pada Gambar 7-1. Seperti yang terlihat pada gambar, langkah ini mempunyai dua program utama yaitu, pertama, relokasi separoh penduduk petani ke sektor nonpertanian industri dan jasa berbasis pertanian, dan, kedua, peningkatan rasio lahan per kapita petani dan modernisasi pertanian/perikanan. Program pertama ditujukan untuk menciptakan lapangan kerja baru terutama bagi wanita dan pemuda berumur 15-22 tahun, serta para petani gurem atau buruh tani yang tidak memiliki lahan sebagai komponen utama penduduk miskin di pedesaan. Relokasi penduduk tani ini menjadi program utama pengentasan kemiskinan di sektor pertanian. Realisasi program ini yang pertama adalah melalui program peningkatan kemampuan wirausahata tani untuk selanjutnya didorong agar mendirikan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), dan yang kedua melalui program peningkatan kemampuan SDM petani/nelayan dengan pembekalan ketrampilan khusus untuk menjadi pemasok tenaga kerja sektor industri manufaktur berbasis agro melalui sistem produksi outsourcing yang
disebut ’bottom of pyramid. Masalah utama pemberdayaan masyarakat petani dengan dorongan
untuk mendirikan wirausaha tani atau UMKM berbasis agro antara lain adalah kapasitas produksi yang kecil, kualitas yang tidak konsisten serta akses kepada jaringan pemasaran yang terbatas atau dikuasai oleh para tengkulak. Disamping itu sistem pemberdayaan yang dilakukan pemerintah selama ini sering tidak konsisten dan tidak berkelanjutan, sehingga hanya sebagian kecil saja wirausaha tani atau UMKM berbasis agro yang mencapai keberhasilan, seraya menyisakan sebagian besar kelompok petani/nelayan yang merupakan bagian lapisan terbawah dalam kelompok pendapatan (bottom of pyramid) tetap tidak mengalami transformasi baik secara pendapatan maupun status sosial. Kelompok ini biasanya memiliki latar-belakang pendidikan yang sangat terbatas 3 , sehingga kemampuan yang dimiliki sangat terbatas untuk mampu mendirikan usaha sendiri.
PK Sejahtera memprakarsai program penanganan kelompok paling lemah di struktur piramida ini dengan sistem produksi outsourcing bagi kelompok ’bottom of pyramid’. Program ini mendorong dan memberi insentif bagi perusahaan-perusahaan menengah dan besar yang telah mapan dan menguasai faktor-faktor produksi untuk melakukan outsourcing rantai produksi ke lapisan terbawah masyarakat (bottom of pyramid) melalui training ketrampilan produksi, pengawasan mutu hingga distribusi dan pemasarannya.
Sistem produksi ini sangat mungkin terealisir dengan menjadikan para penduduk lapisan terbawah sebagai pemasok tenaga kerja dan sekaligus menjadi target pemasaran. Dengan demikian, pendapatan agregat kelompok penduduk berpendapatan paling bawah ini secara serempak bisa dinaikkan. Program ini selain
berlaku bagi subsektor pertanian maupun perikanan/kelautan juga berlaku untuk meningkatkan pendapatan bagi penduduk miskin yang mendominasi sektor informal di perkotaan. Program kedua untuk melipatgandakan pendapatan petani dan nelayan adalah melalui peningkatan faktor-faktor utama produksi (lahan, tenaga kerja dan teknologi) yang ditujukan bagi kelompok petani pemilik lahan lebih dari 0.5 Ha setelah peningkatan ratio lahan per kapita melalui program relokasi penduduk petani ke sektor industri dan jasa berbasis pertanian atau nelayan pemilik modal menengah atau besar. Prioritas utama program ini adalah:
a. Modernisasi pertanian dan perikanan melalui mekanisasi pertanian atau perikanan dengan memakai peralatan modern;
b. Pembangunan infrastruktur teknis seperti irigasi teknis untuk lahan-lahan kering, sawah tadah hujan, tanah-tanah beririgasi sederhana4 atau infrastruktur perikanan modern (pelabuhan pelelangan dan pengolahan ikan); 3 76% dari seluruh penduduk tani di seluruh Indonesia adalah berpendidikan SD
atau tidak sekolah (BPS). 4 46.8% total lahan pertanian keseluruhan adalah lahan-lahan kering/sawah tadah hujan atau lahan-lahan dengan irigasi sederhana, sementara ini tingkat irigasi teknis hanya kurang dari 15% (BPS).
c. Penerapan teknologi pasca-panen dan pasca-tangkap untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian/perikanan;
d. Pembukaan lahan baru untuk pertanian berskala besar di luar Jawa5;
e. Penerapan sistem pertanian hortikultura untuk meningkatkan produktivitas produk-produk pertanian
seperti buah-buahan, sayuran, tanaman hias, tanaman obat-obatan dan lain-lain;
f. Pemanfaatan lahan kosong untuk pertanian tanaman bahan baku bioenergi, pakan ternak, tanaman obat, dan lain-lain.
Langkah utama untuk melipatgandakan pendapatan petani dan nelayan di atas harus didukung oleh langkah-langkah pendukung yang meliputi:
a. Inovasi teknologi: Pengembangan tekonologi tepat guna pasca-panen, pengolahan makanan dan minuman, pengolahan hasil pertanian, peternakan dan kelautan yang tersedia dan mudah diakses oleh
petani, pengembangan teknologi pemanfaatan lahan gambut dan rawa-rawa, pengembangan perahu
modern untuk nelayan, pengembangan sistem navigasi perikanan, pengembangan teknologi pembibitan,
hortikultura, pupuk organik;
b. Pengembangan SDM: Pendirian sekolah-sekolah khusus pertanian modern, pusat-pusat pelatihan
ketrampilan teknologi pasca-panen dan pengolahan hasil-hasil pertanian, peternakan, perkebunan dan
kelautan, pusat-pusat penyuluhan pertanian dan pelatihan manajemen wirausaha tani;
c. Pengelolaan SDA dan lingkungan hidup: Reformasi agraria dan tanah untuk mengatur kepemilikan tanah
dan penggunaan tanah untuk pertanian, penanganan limbah, pencemaran lingkungan dan kerusakan SDA;
Lahan potensi untuk pertanian adalah 50 jt Ha di seluruh Indonesia, sementara saat ini luas tanah pertanian hanya 7.5 jt Ha (BPS). Jumlah lahan kosong di seluruh Indonesia ada sekitar 6 jt Ha. Pembangunan infrastruktur: Pembangunan irigasi teknis secara besar-besaran, bantuan swadaya masyarakat untuk membangun infrastruktur pedesaan, pembangunan jalan-jalan lintas kabupaten dan
propinsi, pembangunan pelabuhan-pelabuhan pelelangan dan pengolahan ikan. Pengembangan lembaga pembiayaan: Pengembangan lembaga pembiayaan untuk menyediakan kredit mikro kepada wirausaha tani, penunjukkan khusus lembaga pembiayaan/bank yang memberikan kredit kepada perusahaan-perusahaan pendukung sistem produksi outsourcing ‘bottom of pyramid’ dan mekanisasi
pertanian. Kebijakan (insentif) fiskal: Pemberian insentif fiskal bagi perusahaan-perusahaan manufaktur untuk melakukan sistem produksi outsourcing ‘bottom of pyramid’ dan perusahaan-perusahaan penyedia jasa dan barang-barang modal untuk mekanisasi pertanian.
Mendongkrak Daya Saing Industri Manufaktur Dan Jasa
Terpuruknya7 daya saing industri manufaktur Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain pada tataran makro terdapat 3 (tiga) faktor, yaitu:
(a) tidak kondusifnya kondisi ekonomi makro;
(b) buruknya kualitas kelembagaan publik sebagai fasilitator dan pusat pelayanan; dan
(c) lemahnya kebijakan pengembangan teknologi untuk menunjang peningkatan produktifitas; dan pada tataran mikro, terdapat 2 (dua) faktor, yaitu: (a) rendahnya efisiensi produksi; dan (b) lemahnya iklim persaingan usaha.Sedangkan rendahnya8 kondisi daya saing Indonesia, disebabkan oleh buruknya kinerja perekonomian nasional dalam 4 (empat) hal pokok, yaitu: (a) perdagangan internasional, investasi, ketenagakerjaan, dan stabilitas harga, (b) buruknya efisiensi kelembagaan pemerintahan dalam pengelolaan keuangan negara dan kebijakan fiskal, pengembangan berbagai peraturan dan perundangan untuk membangun iklim usaha kondusif, lemahnya koordinasi institusi publik, (c) lemahnya upaya untuk mendorong peningkatan produksi dan inovasi yang tercermin dari tingkat produktifitasnya yang rendah, pasar tenaga kerja yang belum optimal, akses ke sumberdaya keuangan yang masih rendah, serta praktik dan nilai manajerial yang relatif belum profesional, dan (d) keterbatasan infrastruktur, baik infrastruktur fisik, teknologi, dan infrastruktur dasar yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat akan pendidikan dan kesehatan. Secara lebih mendasar PK Sejahtera mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi akar permasalahan rendahnya daya saing sektor industri nasional antara lain adalah:
a. Tingginya biaya overhead produk-produk industri manufaktur Indonesia karena proses ekonomi biaya
tinggi yang disebabkan oleh praktek KKN, monopoli/oligopoli dan perburuan rente yang 7 World Economic Forum (WEF) (2004) 8 World Competitive Reports (2004) mengakar dalam layanan umum, administrasi perpajakan, bea cukai dan perizinan;
b. Kandungan impor sangat tinggi akibat lemahnya struktur industri untuk membangun industri-industri
penunjang dan pemasok bahan baku/antara (intermediate) dari dalam negeri, serta tidak adanya koordinasi lintas sektoral yang baik;
c. Lemahnya kualitas SDM dan penguasaan serta pengembangan teknologi penunjang industri 9 . SDM
dengan kualitas yang rendah akan sulit diharapkan menghasilkan peningkatan produktivitas melalui
inovasi-inovasi teknologi. Faktor pertama penyebab rendahnya daya saing sektor industri manufaktur Indonesia adalah merupakan faktor di luar ekonomi yang harus diselesaikan secara politis (Lihat platform bidang politik PK Sejahtera). Maka dalam platform perekonomian ini, PK Sejahtera menfokuskan upaya pemantapan daya saing industri manufaktur nasional pada dua faktor terakhir yaitu:
a. Pendalaman struktur industri, penguatan koordinasi lintas sektoral dan peningkatan keunggulan kompetitif (competitive advantage) berbasis kewilayahan melalui proses continuous upgrading (yaitu clustering, deepening, technology upgrading, specialization).
b. Pengembangan high-skilled SDM dan peningkatan penguasaan dan pengembangan inovasi teknologi
untuk menunjang proses continuous upgrading. Oleh karena itu, PK Sejahtera mengambil langkah implementasi
a. Langkah utama: Pengembangan klaster industri manufaktur yang terintegrasi secara vertikal dan
horisontal dengan industri penyangga dan institusi penunjang yang memberikan jasa layanan. Selanjutnya klaster ini didorong untuk melakukan pendalaman 9 Dari hampir 4,2 juta orang tenaga kerja industri dalam 22.894 perusahaan pada tahun 1996, hanya 2 persen berpendidikan sarjana, sekitar 0,1 persen berpendidikan master, dan 0,005 persen (hanya 225 orang) berpendidikan doktor (BPS).
(deepening) secara struktural dan upgrading teknologi secara terus-menerus mengikuti mekanisme pasar dan asas persaingan bebas dan adil. Tujuan utama peningkatan daya saing berbasis klaster adalah untuk
pendalaman keterkaitan industri utama dengan industri dan jasa penunjang di dalam negeri dan secara bersama-sama bisa melakukan peningkatan daya saing. Dengan demikian peningkatan daya saing dilakukan sekaligus baik di sektor industri manufaktur maupun jasa.
b. Langkah penunjang: Pengembangan industri penyangga sebagai pemasok bahan dasar dan barangbarang modal serta jasa engineering terhadap industri utama dalam klaster dan institusi penunjang yang menjadi sumber pembiayaan, lembaga-lembaga yang melakukan pembinaan, serta lembaga-lembaga
Kebijakan pengembangan klaster industri berbasis kewilayahan; kebijakan pengembangan wilayah; Zona
Ekonomi Ekslusif (ZEE); Kebijakan fiskal; Kebijakan antimonopolidan kompetisi dalam negeri Kebijakan pengembangan industri penyangga; pendalaman struktur industri; pengelolaan SDA; pemanfaatan produk
dalam negri Kebijakan pengembangan SDM & inovasi teknologi; Standarisasi produk; pengembangan telematika; Limbah buangan dan konservasi lingkungan hidup Kebijakan pengembangan ekspor hasil industri; Kebijakan impor Pengembangan klaster industri Pendalaman struktur industri Teknologi upgrading Spesialisasi dalam klaster Pengembangan: Lembaga pembiayaan; Lembaga pembina klaster industri; Asosiasi dagang &pengusaha ; Org kewilyhn penyangga klaster; Kewiraswastaan & tenaga profesi Pengembangan: Industri pemasok dan komponen; Industri permesinan & barang modal; Industri jasa dan
infrastruktur penyangga; Pengembangan SDM terlatih; Pengembangan sistem inovasi teknologi berbasis klaster; Pengembangan pusat R&D; Pengembangan basis data industri Pengembangan high-skilled SDM; Pengembangan riset dasar & terapan pendukung spesialisasi Industri; pengembangan high-level Research Center dan universitas riset Peningkatan daya saing = continuous upgrading Langkah Utama Langkah penunjang Payung Kebijakan Strategis Mekanisme pasar penyedia SDM berkualitas dan pemberi layanan teknis dan pemasok teknologi dan informasi.
c. Kebijakan strategis: Pengembangan aturan dan payung hukum yang melindungi dan menjamin terlaksananya peningkatan daya saing melalui proses upgrading secara terus-menerus. Langkah utama dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu:
a. Tahap penumbuhan/pengembangan klaster: Dalam tahap ini dilakukan pemilihan dan mulai dilakukan
pengembangan klaster-klaster industri yang mempunyai daya saing baik keunggulan komparatif
maupun kompetitif yang tinggi dengan basis kewilayahan sesuai dengan potensi wilayah masingmasing,
serta establishment unsur-unsur utama penunjang klaster yang terdiri dari industri penyangga awal, lembaga pembiayaan dan institusi penunjang lain serta infrastruktur dasar untuk menunjang pertumbuhan klaster.
b. Tahap pendalaman struktur industri: Dalam tahap ini difokuskan pada pengembangan lebih lanjut industri penyangga sebagai pemasok bahan baku dan antara, komponen dan barang-barang modal dan permesinan, serta layanan jasa engineering, dan institusi penunjang pemberi jasa layanan umum yang meliputi pembiayaan, penyedia tenaga kerja, teknologi dan informasi serta infrastruktur secara lebih luas.
c. Tahap upgrading teknologi: Tahap ini difokuskan pada pengembangan inovasi teknologi baik di dalam
masing-masing perusahaan atau secara kolektif di dalam pusat R&D (research and development) di dalam klaster yang ditujukan untuk melakukan improvisasi produk dan pengembangan produk-produk baru, serta pengembangan SDM terlatih untuk menopang proses upgrading.
d. Tahap spesialisasi: Yaitu tahapan untuk melakukan inovasi teknologi lebih lanjut dalam masing-masing
unsur klaster (industri utama, industri penyangga, institusi penunjang) melalui pengembangan riset dasar
maupun terapan untk mengembangkan teknologi dan produk baru yang mempunyai daya saing tinggi secara global. Tahapan ini sangat didukung oleh pengembangan high-skilled SDM yang dihasilkan research university dan pengembangan high-level research center. Tabel 7-1. Prioritas klaster industri sesuai dengan tahapan peningkatan daya saing Klaster-klaster industri yang diprioritaskan sesuai dengan tahapan peningkatan daya saing adalah seperti yang terlihat pada Tabel 7-1. Setiap klaster mengikuti proses pentahapan yang sama seperti pada Gambar 7-2. Klaster-klaster yang dimuat pada Tabel 7-1 pada
tahapan kedua dan seterusnya adalah klaster-klaster baru yang dikembangkan untuk mendukung klaster-klaster yang sudah ada sebelumnya yang mulai masuk pada tingkat tahapan yang sama. Prioritas pengembangan teknologi untuk menunjang upaya peningkatan daya saing industri nasional sesuai dengan
1. Tahap penumbuhan klaster • Industri makanan dan minuman • Industri pengolahan kayu dan produk kayu • Industri pengolah hasil laut • Industri padat karya: TPT dan alas kaki • Industri peralatan listrik rumah-tangga • Industri pengolahan hasil perkebunan: kelapa sawit & karet • Industri kimia/biokimia hilir: petrokimia, farmasi, pulp dan kertas. • Industri strategis untuk pertahanan (alutsista): surveillance ystems, military transports, combat systems • Aneka industri
2. Tahap pendalaman industri dan teknologi upgrading • Industri pengolahan logam dan bahan-bahan tambang • Industri permesinan, barang modal, komponen dan elektronika • Industri kimia antara
• Industri rancang-bangun dan rekayasa
3. Tahap spesialisasi • Industri kimia dasar/biokimia/bioteknologi, farmasi • Industri TI, rekayasa desain dan komputasi • Industri alat-alat kedokteran, instrumentasi dan mesin-mesin presisi
4. Industri penunjang klaster • Industri pengolahan migas, batubara & renewable energi • Industri peralatan transportasi: perkapalan, pesawat terbang dan kereta-api • Industri utilisasi: listrik, gas, dan air
• Industri telekomunikasi: telepon, internet dan satelit pentahapan berbasis klaster adalah seperti yang dirangkum dalam Tabel 7-2. Tabel 7-2 Prioritas penguasaan dan pengembangan teknologi nasional untuk mendorong peningkatan daya saing dan teknologi upgrading pada industri nasional Tahapan dalam klaster industri Prioritas pengembangan teknologi penunjang industri Teknologi pendukung modernisasi
pertanian - Teknologi tepat guna pasca-panen, pengolahan makanan dan minuman, pengolahan hasil pertanian, peternakan dan kelautan - Teknologi pemanfa’atan lahan gambut dan rawa-rawa - Teknologi pembuatan perahu kayu modern untuk nelayan - Teknologi sistem navigasi perikanan - Teknologi pembibitan, hortikultura, pakan ternak, pupuk organik. - Teknologi pembuatan mesin-mesin pertanian
Tahappenumbuhan danpengembangan klaster industri - Teknologi proses produksi, teknologi industri, rancang-bangun dan rekayasa sistem - Teknologi pemrosesan batu-bara bersih, pembangkit listrik, pengilangan minyak - Teknologi penanganan limbah dan polusi - Teknologi pengerjaan sipil, konstruksi, lay-out pabrik - Teknologi perakitan dan instalasi permesinan dan alat-alat listrik - Teknologi perkapalan, pembuatan pesawat dan alat-alat transportasi lain Tahap pendalaman struktur industri dan upgrading
teknologi - Teknologi reverse-engineering dan pembuatan komponen otomotif dan alatalat transpor lain
- Teknologi permesinan dan pembuatan komponen listrik - Teknologi telematika umum dan komputer desain - Teknologi desain sirkuit listrik Tahap spesialisasi - Teknologi pembuatan alat-alat medis, instrumentasi dan alat-alat presisi - Teknologi kimia dasar, biokimia, bioteknologi dan farmasi - Teknologi semikonduktor, teknologi nano, material khusus - Teknologi telematika high-end, komputasi, IC, micro-chip, high-tech sensor, high-end software Untuk menjamin pertumbuhan klaster industri seperti dijelaskan di atas agar peningkatan daya saing terjadi secara optimal, maka resource (sumber daya) harus dialokasikan baik secara umum maupun khusus yang berupa kebijakan fiskal/suku bunga perkreditan yang menjadi instrumen utama pemerintah, alokasi SDA, serta prioritas utama pengembangan SDM dan teknologi. Mengingat pemberian insentif langsung (kebijakan fiskal, suku bunga, subsidi langsung maupun proteksi pasar) kepada industri utama dalam kategori sering berakibat pada praktek monopoli yang sering tumbuh menjadi oligopoli dan berpengaruh negatif terhadap peningkatan daya saing nasional dalam jangka panjang, maka insentif ini diberikan secara tidak langsung dengan tujuan untuk menumbuhkan daya saing klaster secara bersamaan. (a) Tahap penumbuhan dan pendalaman klaster (b) Tahap upgrading teknologi dan spesialisasi Gambar 7-3. Pola pengembangan klaster industri Untuk itu PK Sejahtera menjadikan bank/lembaga pembiayaan utama sebagai motor penggerak pertumbuhan dan peningkatan daya saing klaster pada tahapan penumbuhan dan pendalaman, dan aktifitas pengembangan SDM dan R&D sebagai motor penggerak peningkatan daya saing pada tahapan upgrading teknologi dan spesialiasi. Insentif utama (kebijakan fiskal, suku bunga, subsidi langsung atau proteksi pasar) diberikan kepada motor penggerak ini pada masing-masing tahapan (Lihat Gambar 7- 3 a dan b). Untuk menjamin pertumbuhan klaster secara optimal, maka insentif juga diberikan kepada industri penyangga dan insitusi
pendukung yang menjadi kunci perekat dan networking klaster secara keseluruhan dan sering menjadi titik lemah dalam rantai keterkaitan lintas sektor pada struktur industri nasional. Langkah utama untuk meningkatkan daya saing industri nasional seperti yang dijelaskan di atas hanya akan berhasil secara optimal apabila didukung oleh langkah-langkah pendukung sebagai berikut: a. Kebijakan pengelolaan SDA dan energi nasional: Penerapan kebijakan yang melarang ekspor kayu gelondongan, bahan-bahan mentah perkebunan dan kehutanan, serta barang-barang tambang yang tidak diolah; pelarangan ekspor bahan-bahan sumber energi (migas dan batu-bara) dan mengalokasikan penggunaannya sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan menopang industri nasional. b. Pembangunan infrastruktur yang integrated, connected dan user friendly: Pembangunan infrastruktur yang integratif dan terkoneksi secara networking yang baik, meliputi jaringan infrastruktur enegi (pemipaan gas, moda transportasi dan
pengilangan minyak serta pengolahan batu-bara, pembangkit listrik hingga distribusi listrik), jaringan logistik (moda transportasi darat, laut dan udara dan pelabuhan-pelabuhan utama dan transit, serta jalanjalan dan perkereta-apian), jaringan telekomunikasi (telepon, internet dan satelit); prioritas utama
ditujukan untuk pembuatan sistem infrastruktur yang terintegrasi, terkoneksi dan berorientasi pengguna
(integrated, connected and user friendly). c. Pengembangan industri strategis backbone industri nasional: Untuk menopang pembangunan infrastruktur yang menjadi backbone (tulang punggung) perekonomian nasional, maka perlu revitalisasi pengembangan industri strategis nasional yang meliputi industri eksplorasi dan pengolahan sumber energi (migas, batubara & energi terbarukan), industri pengolahan baja dan logam-logam utama lain, industri manufaktur peralatan transportasi (perkapalan, pesawat terbang dan kereta-api), industri utilisasi (listrik, gas, dan air) serta industri manufaktur perangkat keras dan lunak telekomunikasi (telepon, internet dan satelit). Pengembangan industri-industri strategis ini bisa dilakukan melalui BUMN yang dikelola secara efisien dengan tidak menutup kemungkinan akan peran swasta dan investasi asing, akan tetapi kendali sepenuhnya harus dipegang oleh pemerintah untuk menjamin pemanfaatan sepenuhnya sebagai tulang punggung (backbone) industri nasional. Oleh karena itu proses privatisasi industri-industri strategis harus dilakukan selaras dengan tingkat maturitas industri nasional menurut pentahapan peningkatan daya saing pada Gambar 7-2. d. Kebijakan fiskal: Pemberian insentif khusus kepada bank pembiayaan yang menjadi motor penggerak klaster industri pada masa penumbuhan klaster dan pengonsentrasian insentif pada masa peningkatan teknologi dan spesialisasi kepada aktifitas pengembangan SDM dan R&D untuk mendorong inovasi teknologi baik di dalam perusahaan maupun institusi khusus R&D dan universitas riset; pensyaratan 30% biaya pembangunan APBN dan APBD untuk pengembangan SDM dan R&D sesuai dengan kebutuhan departemen/dinas terkait; pensyaratan minimal 50% pada masa penumbuhan dan pendalaman dan 100% pada masa upgrading
teknologi dan spesialisi terhadap biaya pengadaan barang yang didanai oleh APBN dan APBD berasal dari
produk dalam negeri. Skema insentif dan disinsentif untuk mendorong proses peningkatan daya saing
industri dan jasa nasional adalah seperti digambarkan pada Gambar 7-4. Seperti yang terlihat pada Gambar 7-4 skema insentif/disinsentif diterapkan untuk merubah arus utama barang dan jasa nasional yang terlalu tergantung pada luar menuju pada pola rantai pemasok yang kuat di dalam negeri dengan
mengoptimalkan peran pemasok komponen dan litbang/universitas dalam negeri. Insentif utama diberikan untuk mendorong terbangunnya industri pemasok komponen dalam negeri yang kuat dan peran
lembaga litbang/universitas sebagai pemasok teknologi dalam negeri yang optimal. Disinsentif terutama diterapkan pada impor barang jadi dan barang setengah jadi terutama yang dibiayai oleh APBN atau APBD. e. Pemantapan iklim investasi: Langkah utama pemantapan iklim investasi harus difokuskan pada
upaya pengurangan biaya overhead serendahrendahnya dengan pemantapan upaya pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi untuk menghapuskan praktek perburuan rente yang mengakar dalam
layanan jasa umum, administrasi perpajakan, beacukai dan perizinan. dan disinsentif yang akan dikembangkan untuk mendongkrak daya saing industri nasional 7.3.3 Membangun Sektor-Sektor Yang Menjadi Sumber Pertumbuhan Baru Langkah utama yang ketiga adalah mengembangkan sektor-sektor
yang menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru dengan mengandalkan potensi dalam negeri baik kekayaan sumber daya alam (SDA) maupun keunggulan sumber daya manusia (SDM). Prioritas dalam langkah ini adalah untuk perintisan (start-up) bisnis baru yang berkaitan dengan sektor-sektor yang meliputi: a. Sektor pertanian dan kelautan modern berskala besar: antara lain perkebunan penghasil bahan-bahan sumber energi terbarukan, pertanian dan peternakan skala besar untuk memanfaatkan lahan-lahan kosong serta perikanan laut yang dikelola secara modern. Penggalian sektor-sektor ini masih sangat minim meskipun potensi yang dimiliki oleh Indonesia sangat besar. Oleh karena itu dengan pengembangan bisnis baru berskala besar berbasis sumber-daya alam sektor ini berpotensi menjadi sektor unggulan utama (core competence) berdaya saing global yang akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru bagi Indonesia. b. Sektor teknoprenur (manufaktur dan jasa modern berbasis teknologi tinggi skala UMKM): Membangun sektor manufaktur berbasis teknologi dan berdaya saing global dalam skala besar adalah sangat sulit di Indonesia. Selain penumbuhannya yang memakan waktu lama dan kebijakan protektif yang mahal, tantangan globalisasi yang menuntut liberalisasi pasar domestik menjadi hambatan utama pengembangannya. Akan tetapi sisi lain globalisasi juga memberikan peluang besar bagi perusahaanperusahaan UMKM yang mengandalkan teknologi SDM berketerampilan tinggi (high-skilled) dan teknologi tinggi untuk melakukan akses dan bersaing di pasar global tanpa hambatan yang berarti dengan memanfaatkan jaringan internet sebagai basis produksi, distribusi dan pemasarannya. Mengingat
Indonesia memiliki SDM berkualitas tinggi dalam taraf internasional terutama yang dihasilkan oleh programprogram karya-siswa luar negeri pada tahun 1990-an dan juga universitas-universitas unggulan dalam negeri, maka pengembangan sektor baru berbasis teknologi tinggi ini mempunyai peluang besar, dan berpotensi menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru mengacu pengalaman Bangalore, India, dan juga akan mengangkat martabat Indonesia di mata internasional. Sektor ini memerlukan tingkat spesialisasi teknologi yang tinggi meliputi pembuatan alat-alat medis, instrumentasi dan alat-alat presisi,
bioteknologi dan farmasi, industri telematika high-end, komputasi, desain komputer, high-tech sensor, highBAB end software, dan sebagainya. Sektor ini bisa merupakan sektor industri yang telah mengalami
tingkat spesialisasi pada tahapan peningakatan daya saing pada langkah utama kedua di atas untuk skala
UMKM atau sektor yang sama-sekali baru yang sejak awal telah mengandalkan spesialisasi teknologi yang
tinggi. Langkah penunjang utama untuk membangun sektor ini adalah bagaimana membuat sistem kelembagaan untuk membantu proses memulai (start-up) sektor bisnis baru ini. Untuk sektor pertama
berbasis SDA berskala besar, prioritas utama adalah pemberian insentif awal kepada perusahaan-perusahaan besar yang telah mapan (established) dan memiliki modal besar untuk melakukan
investasi pada sektor baru ini. Instrumen perbankan dan lembaga pembiayaan lain yang ditunjuk khusus untuk memberikan kredit usaha di sektor baru ini bisa digunakan untuk menjadi motor penggerak.
Untuk sektor teknoprenur berbasis UMKM, kendala yang dihadapi adalah bagaimana mendorong komersialisasi hasil-hasil riset melalui start-up bisnis baru. Untuk itu perlu dibentuk institusi penunjang yang disebut Help Desk Center untuk menunjang start-up bisnis UMKM berbasis teknologi seperti yang digambarkan pada Gambar 7-5. Fungsi institusi ini adalah untuk memberikan support pengembangan R&D, permodalan, pengembangan SDM secara terkoordinir dengan baik dalam setiap tahapan komersialisasi yang meliputi pengembangan riset, pengembangan produk (prototype) dan komersialisasi (produksi, pemasaran dan distribusi). Institusi Help Desk Center mempunyai peran yang meliputi bantuan
pengembangan teknologi, inkubasi teknologi, start-up bisnis ventura, bantuan permodalan, pembinaan manajemen perusahaan, bantuan akses pasar, layanan informasi dan basis data teknologi, SDM dan pasar hingga bantuan pengembangan SDM (Lihat Gambar 7-5). Untuk menggerakan program penumbuhan bisnis baru ini maka perlu pemberian insentif berupa grant start-up bisnis dan ditunjuk lembaga pemodalan (venture capital) dengan skema kredit/pembiayaan khusus pada masa awal penumbuhan dalam kerangka klaster bisnis high-tech yang penumbuhannya bisa dilakukan dengan pola penumbuhan klaster industri pada langkah utama kedua di atas. Pada masa pematangan, insentif harus difokuskan pada bantuan pengembangan SDM dan high-level research.Gambar 7-5. Pola pengembangan institusi penunjang start-up bisnis UMKM berbasis teknologi (TEKNO-PRENUR). #