jalanpanjang.web.id - Berikut salah satu inspirasi dari perjuangan kader-kader dakwah di jawa barat dalam berjuang saat Pilgub Jabar 2008, cerita-cerita perjuangan ikhwah memang selalu memberikan inspirasi, apalagi dilakukan bukan oleh hanya satu dua orang, semoga ikhwah didaerah lain yang sekarang sedang mulai berjuang di pilkada-pilkada daerahnya mendapatkan spirit untuk merengkuh kemenangan yang di ridhoi Allah SWT.
Nyesek"Berita terakhir dari Ketua DPD (TPPD) bahwa tidak tersedia dana untuk uang transport saksi. Harap DPC konsolidasi. Bobar (Bogor Barat) memerlukan Rp 16.7 jt utk kepentingan ini. Ana pribadi setelah kokoreh di dapur dan tawakkal, bismillah menginfakkan Rp 1 jt. Ana mohon antum semua melakukan hal serupa".
Itulah SMS yang saya terima ba'da Shubuh, Sabtu lalu (12 April), sehari menjelang pilgub kemarin. Saya kenal persis si pengirim SMS itu, dan tahu betul bahwa penghasilannya per bulan mungkin sekitar Rp 2 jt. Saya juga tahu bahwa dia sekarang sedang nyicil kredit rumah. Kesediaannya menginfakkan dana sebesar Rp 1 jt membuat mata saya berlinang; hampir
setengah dari penghasilan bulanannya. Teringatlah kisah sahabat yang menginfakkan setengah dari hartanya. Kalaulah itu hanya dilakukan sekali saja, mungkin tidak terlalu
mengherankan. Tetapi hanya 2 malam sebelumnya, semua grup halaqah pada semua level dikumpulkan per DPC untuk melakukan liqo gabungan. Di sana jelas disampaikan anjuran untuk siap berjuang melakukan jihad siyasi dalam pilkada hari Ahad itu. Di samping kesiapan mobilisasi berjihad dengan waktu, pemikiran dan tenaga, tentu infaq dengan maal merupakan
hal yang ditekankan dalam liqo gabungan itu. Taujih demi taujih tentang keutamaan berjihad dengan harta, pembangkitan optimisme, dan keyakinan bahwa kemenangan di jalan Allah itu bukan fungsi dari kebesaran harta dan jumlah pasukan, mengiringi suasana khusyu yang menyelimuti semangat menggeloran dalam hati setiap ikhwah yang hadir di sana.
"Berinfaqlah sampai antum jadi nyesek (sesak di dada)!", begitu kata seorang ustadz ketika menerangkan ayat Al Qur'an: "Tidaklah kalian akan sampai kepada kebajikan, sampai kalian menginfakkan apa-apa yang kalian cintai!" Yang kita cintai itulah yang kalau kita infakkan membuat sesak di dada. "Kalau antum infaq Rp 50 ribu tetapi dada antum masih tenang,
berarti itu belum menginfakkan apa yang antum cintai. Tambah lagi jadi Rp 100 ribu, tambah lagi dan tambah lagi, sampai suatu saat antum merasa nyesek di dada antum. Itulah tanda bahwa antum menginfakkan apa yang antum cintai, yang antum merasa berat untuk melepasnya!"
Bisa dibayangkan, Kamis malam sudah infaq habis-habisan. Sabtu pagi, muncul SMS lagi seperti di atas. Sebelumnya lagi, setiap hari Ahad selama beberapa pekan diadakan Apel Siaga yang tentu saja ikhwah selalu diminta untuk berinfaq. Makanya, sunduquna juyubuna.. betul-betul dirasa. Kantong-kantong ikhwah betul-betul diperas habis. Sehingga kalau
diperas lagi, mungkin yang keluar adalah darah.
Sabtu itu saya membalas SMS tadi. Saya siapkan infaq dalam jumlah yang cukup membuat dada saya sesak (ya Allah, limpahkanlah keikhlasan ke dalam hati hamba..!). Tetapi saya yakin, rasa sesak saya itu tidaklah sebesar rasa sesak ikhwah yang menginfakkan setengah dari penghasilannya tadi. Dan saya bayangkan lagi, betapa banyak lagi ikhwah yang tingkat
penghasilannya lebih rendah daripada itu. Betapa sesaknya dada-dada mereka ketika mereka merogoh kantong-kantong mereka untuk membiayai pelaksanaan operasional segala tetek bengek yang perlu untuk pemilihan gubernur ini.
Kalau tim sukses HADE mengatakan bahwa dana kampanye yang dikeluarkan adalah Rp 800 juta totalnya, itu belum termasuk dana yang dikeluarkan ikhwah di grass-root. Dana yang dikeluarkan mereka dengan ikhlas, yang mereka tidak perlu tanda terima, tidak perlu ucapan terimakasih. Dana yang ketika diberikan, tidak disertai harapan bahwa dana itu akan balik
kepada mereka dalam bentuk apa pun. Dana itulah yang langsung digunakan oleh level-level struktur terbawah seperti DPD, DPC dan DPRa yang langsung bergerak di tengah-tengah masyarakat.
Militansi Kader
Pagi ini di TV saya melihat seorang pengamat politik yang selama ini biasanya berkomentar tidak terlalu simpati dengan PKS, mengakui bahwa mesin politik (networking) PKS yang luar biasa yang menyebabkan kemenangan pasangan HADE. Dan itu memang terlihat betul di lapangan.
Pilgub ini adalah pemilihan pertama yang saya alami secara langsung di tanah air. Jadi ini adalah kali pertama juga, saya terlibat langsung dengan segala aktivitas kader di level yang paling bawah yang terkait dengan sebuah pemilihan. Dan apresiasi serta kekaguman pun lahir dari diri saya.
Selama 4 pekan berturut-turut, ikhwah dikumpulkan per DPC dalam sebuah Lailatul Katibah (mabit bersama) - kalau akhwat dikumpulkan dalam Jalasah Ruhiyah sore hari. Kekuatan ruhiyah digenjot terus. Setelah mendapatkan siraman ruhani, sholat lail, wirid dan dzikir bersama, selesai Lailatul Katibah ini maka ikhwah disebar ke berbagai kelurahan untuk melakukan Direct Selling, penjualan langsung door to door.
Subhanallah. Kadang kita sering menjadikan mabit sebagai alasan untuk bisa tidur siang lebih panjang. Tapi ini setelah mabit, ikhwah langsung menyebar, mengetuk pintu-pintu masyarakat. Memperkenalkan diri dengan santun, memberikan sosialisasi tentang pilkada ini (well, ini mah seharusnya tugas KPUD), dan baru minta ijin dengan baik-baik untuk mengenalkan calon gubernur dan wakilnya kepada masyarakat. Ini dilakukan pada 4 Ahad berturut-turut, mabit malamnya dan terus menyebar ber-direct selling pada pagi harinya.
Ini tentunya di luar kegiatan rutin yang biasa dilakukan kader langsung di tengah masyarakat seperti bakti sosial, pelayanan kesehatan, bazar sembako murah, dsb. Keikhlasan yang luar biasa. Tidak ada di benak para kader ini bahwa ketika HADE menang, mereka akan diangkat menjadi tim tenaga ahli atau akan mendapatkan tempat khusus di lingkaran dekat kekuasaan. Jabatan tangan saja dari gubernur terpilih, mereka tidak akan dapatkan. Mereka berjuang ikhlas karena yakin bahwa kebaikan pada masyarakat akan tersebar dengan menangnya calon yang mereka usung.
Perjuangan kader tidak terhenti sampai di sana. Selama seminggu terakhir, diadakan ronda malam bergiliran. Tujuannya sederhana: menjaga agar atribut kampanye (stiker, spanduk, baliho) yang kita pasang, tidak dirusak oleh pihak-pihak lain. Buat sebagian kita, melihat stiker tertempel di tiang listrik tetapi kondisinya tersobek, mungkin biasa-biasa saja. Tetapi bisa kita bayangkan, betapa pedihnya hati ikhwah yang menempelkan stiker itu melihat hasil tempelannya itu dirusak orang lain. Karena itu, semua atribut harus dijaga, dan ikhwah rela
mengorbankan tidur malamnya untuk itu.
Kemudian di malam terakhir, ronda malam juga diintensifkan dengan tujuan mengawasi jangan sampai terjadi pembagian sembako atau amplop kepada masyarakat di jam-jam terakhir menjelang pemilihan. Bisa diyakinkan, para kepanduan kita akan berjaga dan siap meluncur apabila ada pelaporan hal-hal seperti itu terjadi.
Perjuangan para akhwat juga luar biasa. Di Direct Selling, mereka yang paling semangat. Waktu kampanye, mereka juga melaksanakan aksi kampanye simpatik. Berdiri di perempatan-perempat an jalan, membagikan bunga-bunga yang mereka rangkai sendiri dan menyapa setiap pengendara kendaraan. Di hari pelaksanaan, mereka bergantian menyediakan konsumsi untuk para saksi, meskipun tidak sedikit yang juga bertindak sebagai
saksi.
Melihat keikhlasan dan militansi kader dalam berjuang dan berinfaq seperti di atas, mulut ini sempat bergumam: "Seandainya mereka yang terpilih menjadi anggota legislatif atau duduk di jabatan eksekutif, kemudian melupakan para kader, menjadi jauh dengan para kader, tidak
memiliki empati dan sensifitas terhadap kebutuhan kader, malah menjadi kaya dengan memanfaatkan jabatannya, maka sungguh itu adalah sebuah KEDZHALIMAN yang SANGAT BESAR!"
Itulah SMS yang saya terima ba'da Shubuh, Sabtu lalu (12 April), sehari menjelang pilgub kemarin. Saya kenal persis si pengirim SMS itu, dan tahu betul bahwa penghasilannya per bulan mungkin sekitar Rp 2 jt. Saya juga tahu bahwa dia sekarang sedang nyicil kredit rumah. Kesediaannya menginfakkan dana sebesar Rp 1 jt membuat mata saya berlinang; hampir
setengah dari penghasilan bulanannya. Teringatlah kisah sahabat yang menginfakkan setengah dari hartanya. Kalaulah itu hanya dilakukan sekali saja, mungkin tidak terlalu
mengherankan. Tetapi hanya 2 malam sebelumnya, semua grup halaqah pada semua level dikumpulkan per DPC untuk melakukan liqo gabungan. Di sana jelas disampaikan anjuran untuk siap berjuang melakukan jihad siyasi dalam pilkada hari Ahad itu. Di samping kesiapan mobilisasi berjihad dengan waktu, pemikiran dan tenaga, tentu infaq dengan maal merupakan
hal yang ditekankan dalam liqo gabungan itu. Taujih demi taujih tentang keutamaan berjihad dengan harta, pembangkitan optimisme, dan keyakinan bahwa kemenangan di jalan Allah itu bukan fungsi dari kebesaran harta dan jumlah pasukan, mengiringi suasana khusyu yang menyelimuti semangat menggeloran dalam hati setiap ikhwah yang hadir di sana.
"Berinfaqlah sampai antum jadi nyesek (sesak di dada)!", begitu kata seorang ustadz ketika menerangkan ayat Al Qur'an: "Tidaklah kalian akan sampai kepada kebajikan, sampai kalian menginfakkan apa-apa yang kalian cintai!" Yang kita cintai itulah yang kalau kita infakkan membuat sesak di dada. "Kalau antum infaq Rp 50 ribu tetapi dada antum masih tenang,
berarti itu belum menginfakkan apa yang antum cintai. Tambah lagi jadi Rp 100 ribu, tambah lagi dan tambah lagi, sampai suatu saat antum merasa nyesek di dada antum. Itulah tanda bahwa antum menginfakkan apa yang antum cintai, yang antum merasa berat untuk melepasnya!"
Bisa dibayangkan, Kamis malam sudah infaq habis-habisan. Sabtu pagi, muncul SMS lagi seperti di atas. Sebelumnya lagi, setiap hari Ahad selama beberapa pekan diadakan Apel Siaga yang tentu saja ikhwah selalu diminta untuk berinfaq. Makanya, sunduquna juyubuna.. betul-betul dirasa. Kantong-kantong ikhwah betul-betul diperas habis. Sehingga kalau
diperas lagi, mungkin yang keluar adalah darah.
Sabtu itu saya membalas SMS tadi. Saya siapkan infaq dalam jumlah yang cukup membuat dada saya sesak (ya Allah, limpahkanlah keikhlasan ke dalam hati hamba..!). Tetapi saya yakin, rasa sesak saya itu tidaklah sebesar rasa sesak ikhwah yang menginfakkan setengah dari penghasilannya tadi. Dan saya bayangkan lagi, betapa banyak lagi ikhwah yang tingkat
penghasilannya lebih rendah daripada itu. Betapa sesaknya dada-dada mereka ketika mereka merogoh kantong-kantong mereka untuk membiayai pelaksanaan operasional segala tetek bengek yang perlu untuk pemilihan gubernur ini.
Kalau tim sukses HADE mengatakan bahwa dana kampanye yang dikeluarkan adalah Rp 800 juta totalnya, itu belum termasuk dana yang dikeluarkan ikhwah di grass-root. Dana yang dikeluarkan mereka dengan ikhlas, yang mereka tidak perlu tanda terima, tidak perlu ucapan terimakasih. Dana yang ketika diberikan, tidak disertai harapan bahwa dana itu akan balik
kepada mereka dalam bentuk apa pun. Dana itulah yang langsung digunakan oleh level-level struktur terbawah seperti DPD, DPC dan DPRa yang langsung bergerak di tengah-tengah masyarakat.
Militansi Kader
Pagi ini di TV saya melihat seorang pengamat politik yang selama ini biasanya berkomentar tidak terlalu simpati dengan PKS, mengakui bahwa mesin politik (networking) PKS yang luar biasa yang menyebabkan kemenangan pasangan HADE. Dan itu memang terlihat betul di lapangan.
Pilgub ini adalah pemilihan pertama yang saya alami secara langsung di tanah air. Jadi ini adalah kali pertama juga, saya terlibat langsung dengan segala aktivitas kader di level yang paling bawah yang terkait dengan sebuah pemilihan. Dan apresiasi serta kekaguman pun lahir dari diri saya.
Selama 4 pekan berturut-turut, ikhwah dikumpulkan per DPC dalam sebuah Lailatul Katibah (mabit bersama) - kalau akhwat dikumpulkan dalam Jalasah Ruhiyah sore hari. Kekuatan ruhiyah digenjot terus. Setelah mendapatkan siraman ruhani, sholat lail, wirid dan dzikir bersama, selesai Lailatul Katibah ini maka ikhwah disebar ke berbagai kelurahan untuk melakukan Direct Selling, penjualan langsung door to door.
Subhanallah. Kadang kita sering menjadikan mabit sebagai alasan untuk bisa tidur siang lebih panjang. Tapi ini setelah mabit, ikhwah langsung menyebar, mengetuk pintu-pintu masyarakat. Memperkenalkan diri dengan santun, memberikan sosialisasi tentang pilkada ini (well, ini mah seharusnya tugas KPUD), dan baru minta ijin dengan baik-baik untuk mengenalkan calon gubernur dan wakilnya kepada masyarakat. Ini dilakukan pada 4 Ahad berturut-turut, mabit malamnya dan terus menyebar ber-direct selling pada pagi harinya.
Ini tentunya di luar kegiatan rutin yang biasa dilakukan kader langsung di tengah masyarakat seperti bakti sosial, pelayanan kesehatan, bazar sembako murah, dsb. Keikhlasan yang luar biasa. Tidak ada di benak para kader ini bahwa ketika HADE menang, mereka akan diangkat menjadi tim tenaga ahli atau akan mendapatkan tempat khusus di lingkaran dekat kekuasaan. Jabatan tangan saja dari gubernur terpilih, mereka tidak akan dapatkan. Mereka berjuang ikhlas karena yakin bahwa kebaikan pada masyarakat akan tersebar dengan menangnya calon yang mereka usung.
Perjuangan kader tidak terhenti sampai di sana. Selama seminggu terakhir, diadakan ronda malam bergiliran. Tujuannya sederhana: menjaga agar atribut kampanye (stiker, spanduk, baliho) yang kita pasang, tidak dirusak oleh pihak-pihak lain. Buat sebagian kita, melihat stiker tertempel di tiang listrik tetapi kondisinya tersobek, mungkin biasa-biasa saja. Tetapi bisa kita bayangkan, betapa pedihnya hati ikhwah yang menempelkan stiker itu melihat hasil tempelannya itu dirusak orang lain. Karena itu, semua atribut harus dijaga, dan ikhwah rela
mengorbankan tidur malamnya untuk itu.
Kemudian di malam terakhir, ronda malam juga diintensifkan dengan tujuan mengawasi jangan sampai terjadi pembagian sembako atau amplop kepada masyarakat di jam-jam terakhir menjelang pemilihan. Bisa diyakinkan, para kepanduan kita akan berjaga dan siap meluncur apabila ada pelaporan hal-hal seperti itu terjadi.
Perjuangan para akhwat juga luar biasa. Di Direct Selling, mereka yang paling semangat. Waktu kampanye, mereka juga melaksanakan aksi kampanye simpatik. Berdiri di perempatan-perempat an jalan, membagikan bunga-bunga yang mereka rangkai sendiri dan menyapa setiap pengendara kendaraan. Di hari pelaksanaan, mereka bergantian menyediakan konsumsi untuk para saksi, meskipun tidak sedikit yang juga bertindak sebagai
saksi.
Melihat keikhlasan dan militansi kader dalam berjuang dan berinfaq seperti di atas, mulut ini sempat bergumam: "Seandainya mereka yang terpilih menjadi anggota legislatif atau duduk di jabatan eksekutif, kemudian melupakan para kader, menjadi jauh dengan para kader, tidak
memiliki empati dan sensifitas terhadap kebutuhan kader, malah menjadi kaya dengan memanfaatkan jabatannya, maka sungguh itu adalah sebuah KEDZHALIMAN yang SANGAT BESAR!"
Lega
Saya memilih di kompleks perumahan tempat saya tinggal. Warganya tentu relatif terpelajar dengan kondisi ekonomi yang juga relatif lebih stabil dibanding masyarakat kebanyakan. Ditambah dengan aktifitas ke-Islaman yang baik, tidak ada kekhawatiran akan terjadi kecurangan dalam proses pelaksanaan pemilihan kemarin. Yang ada adalah memang rasa optimisme bahwa HADE akan menang di kompleks itu.
Tidak hanya di kompleks perumahan tempat saya tinggal, ikhwah di Kota Bogor tidak tanggung-tanggung memasang target perolehan suara 51% untuk HADE. Di samping kontribusi untuk pilgub, ini juga sebagai batu loncatan untuk pemilihan walikota di bulan Oktober mendatang. Jeblok di pilgub, jangan harap akan bisa bangkit untuk pemilihan walikota, karena jeda waktu yang kurang dari 6 bulan.
Ketika perolehan suara dihitung satu per satu di TPS tempat saya memilih, pasangan HADE langsung melejit memperoleh suara terbanyak. Sekitar 60%. TPS-TPS lain di kelurahan saya juga menunjukkan hal yang sama.
Muncullah rasa lega menggantikan rasa sesak yang mungkin masih terasa sampai malam sebelumnya. Lega karena perjuangan berat dan luar biasa para kader, ternyata Allah SWT balas langsung di dunia ini juga (tanpa melupakan harapan kita akan balasan yang lebih baik di akhirat tentunya). Apalagi ketika pulang ke rumah usai menyaksikan perhitungan suara di TPS, tayangan TV menyiarkan hasil quick-count pilgub itu. Semua lembaga menyebutkan bahwa HADE unggul!
"Allahu Akbar Walillahilhamd!" Itu adalah bunyi SMS dari kader yang kemarin mengatakan akan berinfaq Rp 1 juta itu. Perhitungan suara terus dilakukan. Tersebar SMS dari Ketua DPD bahwa di Kota Bogor, HADE berhasil mengumpulkan suara sebesar 52% dari hasil perhitungan semua jumlah suara yang sah. "Allahu Akbar Walillahilhamd!" Perasaan lega dan kekaguman terhadap perjuangan kader ternyata tidak berhenti. Muncul SMS berupa instruksi : "Wajib bagi para kader untuk mengawal kotak-kotak suara dari TPS ke PPS ke PPK". Kegiatan ronda malam tetap dijalankan, tetapi sekarang bergiliran di PPK (Panita Pemilihan
tingkat Kecamatan) untuk menjaga kotak-kotak suara jangan sampai ada yang mengganggu. Jadwal pun dibuat. Setiap grup halaqah wajib mengirimkan 1 wakilnya pada jadwal yang sudah disepakati. "Kita akan terus mengawal perolehan suara kita!".
Ngeri
Setelah suasana kelegaan dan euforia, dalam perenungan kemudian muncul perasaan ngeri. Ngeri kalau kita tidak bisa mengemban amanah kepemimpinan ini. Ngeri kalau janji-janji tidak bisa direalisasikan.
Bukan karena tidak mau, tetapi karena berbagai hambatan praktis di sistem birokrasi kita. Pertanyaan-pertanya an sudah mulai mengarah. Bagaimana PKS dan PAN bisa melakukan komunikasi politik dengan DPRD yang dikuasasi 3 raksasa : Golkar, PDIP dan PPP, sehingga program-programnya tidak dijegal dan bisa jalan? Bagaimana kalangan birokrasi di Pemda Provinsi bisa diarahkan semuanya ke satu tujuan yang sama? Ibarat tubuh manusia, yang baru kita menangkan adalah kepalanya. Sedangkan kaki, tangan dan anggota tubuh
lainnya? Sebuah pertanyaan yang besar.
Para kader PKS berjuang, memeras keringat dan kantong dana, karena mereka yakin bahwa dengan memiliki amanah kepemimpinan, akan lebih banyak lagi kebaikan yang bisa ditebarkan kepada masyarakat. Semoga keyakinan dan harapan itu memang bisa terwujud.