Keutamaan Kekayaan



نِعْمَ اْلمَالُ الصَّالِحُ لِلْمَرْءِ الصَّالِحِ

“Sebaik-baik harta yg baik adalah untuk orang-orang yg baik.”  (HR Bukhari dlm Adabul Mufrad, dan dishihkan oleh penulis Takhrijul-Misykah(3756)


KANDUNGAN  HADITS

Sebagaimana Islam menghargai dan menempatkan kelompok masyarakat proletar dg sebaik-baiknya, maka demikian pula Islam tidak memusuhi kaum Borjuis dan tidak menempatkan mereka dalam posisi yang bertentangan dengan kaum proletar dan masyarakat marjinal. Islam menempatkan masyarakat Borjuis dan masyarakat proletar dalam dua sisi timbangan yg saling melengkapi dan menyeimbangkan antara satu dengan lainnya, dan Islam percaya jika kedua kelompok masyarakat tersebut melaksanakan aturan Islam, maka keduanya dapat hidup berdampingan secara damai dan saling membantu serta melengkapi dalam keseimbangan dan kedamaian.

Islam sangat menghargai kegiatan mencari ma’isyah (nafkah) dan memuliakan orang-orang yang kaya sepanjang kekayaannya itu didapatnya dari yang halal dan dibelanjakannya juga pada tempat yang halal serta dikeluarkan hak fakir miskin di dalamnya (Lih. redaksi sabda nabi SAW dlm hadits di atas). Lalu jika kita lihat sabab-wurud (sebab turunnya) hadits di atas adalah bhw nabi SAW sangat senang jika sahabat/ummatnya memiliki harta sepanjang harta tersebut halal dan digunakan untuk kebaikan, sbb ; 

“Dari Amr bin ‘Ash ra : RasuluLLAH SAW mengutus seseorang kepada saya bahwa saya diperintah mengambil pedang dan baju besi saya lalu menghadap kepada beliau SAW. Lalu saya melakukan semua perintahnya lalu mendatanginya, beliau SAW sedang berwudhu’. Lalu beliau SAW melihat saya dan menganggukkan kepalanya dan berkata : Wahai ‘Amru, sesungguhnya saya ingin mengutusmu bersama para tentara, sehingga ALLAH SWT memberikan ghanimah (rampasan perang) kepadamu, dan saya betul-betul senang engkau memiliki harta yg baik. Saya berkata : Sungguh saya tidak masuk Islam karena harta, tapi karena saya senang dengan agama Islam dan saya dapat bersama rasuluLLAH SAW. Lalu beliau SAW bersabda : Wahai Amru, Sebaik-baik harta yang baik adalah milik orang yang baik.”

Bahkan al-Qur’an berkali-kali memuji orang-orang yang kaya lagi pemurah; 

“ADAPUN ORANG YANG MEMBERIKAN HARTANYA LAGI IA BERTAQWA SERTA MEMBENARKAN ADANYA PAHALA, MAKA KAMI AKAN SIAPKAN BAGINYA JALAN YANG MUDAH.” (QS al-Layl, 92:5-7); 

“DAN KELAK AKAN DIJAUHKAN DARI NERAKA ORANG YANG PALING TAQWA, YAITU ORANG YANG MENAFKAHKAN HARTANYA UNTUK MENSUCIKAN DIRINYA.” (QS al-Layl, 92:17-21);

“KAMU SEKALI2 TIDAK AKAN SAMPAI PD KEBAIKAN YG SEMPURNA SBLM KAMU MENAFKAHKAN SEBAGIAN HARTA YG PALING KAMU CINTAI.” (QS ali-Imran, 3:92); 

“PERUMPAMAAN ORANG YANG BERINFAQ FI SABILILLAH ADALAH BAGAIKAN SEBUTIR BIJI YANG MENUMBUHKAN 7 TANGKAI DAN DARI SETIAP TANGKAI MENGHASILKAN 700 BIJI, DEMIKIANLAH ALLAH SWT MELIPATGANDAKAN BAGI SIAPA YG DIKEHENDAKINYA.” (QS al-Baqarah, 2:261), dsb..

Demikianlah berbagai ayat tentang keutamaan harta yang baik, bahkan nabi SAW menyatakan tidak boleh hasad/iri kecuali kepada 2 kelompok orang, salah satu diantaranya adalah kepada orang-orang yang diberikan harta lalu ia berinfaq siang dan malam[1], bahkan dalam hadits lain para sahabat ra yg miskin dari Muhajirin pernah mengadu pada nabi SAW bhw sahabat ra yg kaya memiliki kelebihan dibanding mereka, karena mereka shalat, zakat dan puasa lalu membaca tasbih, tahmid dan takbir tetapi para sahabat ra yang kaya bisa berinfaq dan memerdekakan budak, sementara yg miskin tdk mampu, maka jawab nabi SAW :

“Demikianlah keutamaan dari ALLAH SWT yg diberikan kepada siapa yg dikehendaki-NYA.

[2]” Maka mensikapi ayat dan hadits di atas kita dapatkan dalam realitas kehidupan para sahabat ra, bahw a ternyata diantara 4 Khalifah Rasyidin, 3 diantaranya adalah sahabat yang kaya, dan hanya 1 diantara mereka yg miskin (yaitu Ali ra). Dan di atas itu semua, maka bagaimanakah orang akan mampu melaksanakan rukun Islam yang ketiga (zakat) dan yang kelima (haji) jika ia tidak memiliki kemampuan harta?!

Hanya dalam Islam, harta yang banyak tersebut semata-mata untuk berlomba-lomba dibelanjakan dalam kebaikan dan sama sekali bukan untuk ditumpuk dan digunakan untuk kikir. Islam amat sangat mencela orang yang menumpuk harta dengan kikir, firman ALLAH SWT :

“ADAPUN ORANG YANG KIKIR DAN MERASA DIRINYA KAYA, SERTA MENDUSTAKAN PAHALA YANG TERBAIK, MAKA KELAK KAMI AKAN MENYIAPKAN BAGINYA JALAN YANG SUKAR, DAN HARTANYA TIDAK BERMANFAAT BAGINYA JIKA IA TELAH BINASA.” (QS al-Layl, 92:8-11); 

“BARANGSIAPA YANG TERPELIHARA DARI KEKIKIRAN DIRINYA MAKA MEREKA ITULAH ORANG-ORANG YANG BERUNTUNG.” (QS at-Taghabun, 64:16); 

“DAN BARANGSIAPA YANG MENYIMPAN EMAS DAN PERAK LALU TIDAK MENAFKAHKANNYA FI SABILILLAH MAKA GEMBIRAKANLAH MEREKA DENGAN AZAB YANG PEDIH. PADA HARI KETIKA DIPANASKAN DI NERAKA JAHANNAM HARTA ITU LALU DISETRIKA DENGANNYA KENING-KENING MEREKA, PUNGGUNG MEREKA DAN DADA MEREKA, LALU DIKATAKAN : INILAH HARTA YG KALIAN SIMPAN UNTUK DIRI KALIAN SENDIRI, MAKA RASAKANLAH SEKARANG APA YANG SELALU KALIAN SIMPAN ITU.” (QS at-Taubah, 9:34-35).

Demikianlah kita melihat para borjuis di masa sahabat ra berlomba-lomba untuk menafkahkan harta mereka dan membantu dakwah serta saudaranya fi sabiliLLAH, kita melihat Abubakar ra yg membantu mengeluarkan sebagian besar dari hartanya untuk membantu dakwah dan saudaranya di jalan ALLAH SWT, sehingga ALLAH SWT menurunkan ayat pujian untuknya[3] :

“DAN SUNGGUH AKAN KAMI JAUHKAN DARI NERAKA ITU ORANG YANG PALING TAQWA, YAITU IA YANG MENGELUARKAN HARTANYA UNTUK MEMBERSIHKAN DIRINYA, PADAHAL TIDAK ADA ORANG YANG MEMBERIKAN NIKMAT KEPADANYA SEHINGGA HARUS DIBALASNYA (DENGAN HARTANYA ITU), IA MENGELUARKAN HARTANYA HANYA SEMATA-MATA MENCARI KERIDHOAN RABB-NYA YG MAHA TINGGI.” (QS al-Layl, 92:17-20).

Begitu pula para sahabat Anshar ra, yg terus-menerus membantu dan mengeluarkan hartanya untuk saudaranya dari kalangan Muhajirin tanpa dihitung-hitung sampai mereka dahulukan saudara-saudara mereka itu dari kepentingan mereka sendiri walaupun mereka sudah tidak memiliki apa-apa lagi, sehingga ALLAH SWT memuji mereka dengan firman-NYA :

“DAN MEREKA YANG MENEMPATI BUMI MADINAH DAN BERIMAN SEBELUMNYA, MEREKA MENCINTAI SAUDARANYA YANG HIJRAH KE NEGERI MEREKA DAN SAMA SEKALI TIDAK ADA DLM HATI MEREKA KEINGINAN SEDIKITPUN TERHADAP APA YG DIBERIKAN (OLEH NABI SAW) KEPADA PARA MUHAJIRIN, DAN MEREKA MENDAHULUKAN SAUDARA MEREKA MUHAJIRIN ITU LEBIH DARI DIRI MEREKA SENDIRI, WALAUPUN KEADAAN MEREKA SUDAH SANGAT KEKURANGAN.” (QS al-Hasyr, 59:9)

Adakah engkau perhatikan hal itu wahai saudaraku? Lalu bandingkanlah dengan para borjuis dan proletar pada masa kini.. Manakah yang menurutmu lebih baik?! Demi ALLAH, tidaklah akan baik ummat ini kecuali dengan mengikuti sunnah para generasi awalnya... Semoga kita saat ini telah menjadi salah seorang yg sedang berjuang menegakkannya, ALLAHumma amiin..

ALLAHumma inni as’alukal Huda, wat Tuqa, wal ‘afaf wal Ghina...(ust.Nabiel Almusawa)
-------------------------------------------------------------------------------


[1] HR Bukhari IX/65, Muslim hadits no. 815

[2] HR Bukhari II/270, 272 dan X/113; juga Muslim hadits no.595.

[3] HR Ibnu abi Hatim dr ‘Urwah; HR al-Bazzar dr Ibnu Zubair (lih. Lubab an Nuqul fi Asbab an-Nuzul, Imam Suyuthi).

Artikel Terkait



Tags: ,

Jalan Panjang.web.id

Didedikasikan sebagai pelengkap direktori arsip perjuangan dakwah, silahkan kirim artikel maupun tulisan Tentang Dakwah ke jalanpanjangweb@gmail.com