Tandzim Bukan Bid'ah


 
MASYRU'IYYATU AT-TANZHIM FI AD-DA'WAH AL-ISLAMIYYAH AL-MU'ASHIRAH

(Dalil-dalil Disyariatkannya Tanzhim dalam Dakwah Islamiyyah Kontemporer)


"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung." (QS Aali Imraan, 3/104)

[217] Ma'ruf : segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah, sedangkan munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.

MUQADDIMMAH :

Salah satu dakwaan aneh dari para tokoh kaum Zhahiriyyah dari ummat ini, diantaranya adalah bahwa Islam tidak membenarkan tanzhim (struktur organisasi) dalam berdakwah, membuat tanzhim menurut mereka adalah adalah bid'ah yang tidak dikenal oleh generasi As-Salafus Shalih, maka oleh karena ia tidak ada dimasa As-Salafus Shalih, maka menurut mereka ia harus ditolak sejauh-jauhnyanya & para pelakunya yang menggunakan tanzhim dalam dakwah mereka dianggap Ahli Bid'ah sehingga harus di-tahdzir. Inna liLLAAHi wa inna ilaihi raaji'uun..

Tentunya dakwaan ini keluar tiada lain karena telah menyimpangnya mereka dari Al-Haqq dan karena sikap ekstrem (ghuluww) yang telah berurat berakar diantara mereka, padahal Nabi Muhammad -semoga shalawat dan salam ALLAH yang Maha Suci lagi Maha Tinggi senantiasa tercurah pada diri beliau- telah mengingatkan kita semua dari sikap ekstremitas ini dalam sabdanya : "Wahai sekalian manusia berhati-hatilah kalian pada sikap ekstrem dalam beragama, karena sesungguhnya yang telah mencelakakan ummat sebelum kalian adalah sikap ekstrem dlm beragama[1]. "

Tanzhim dalam aktifitas dakwah adalah merupakan sebuah hal yang bersifat dharuriy (tidak bisa tidak) dalam fiqh, berdasarkan kaidah ushul-fiqh : Maa laa yatimmul waajib illa bihi fahuwa waajib (suatu kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengan sesuatu yang lain, maka yang lain itu menjadi wajib pula hukumnya), jangankan untuk berdakwah, sedangkan untuk memasukkan sesuap nasi ke dalam mulut kita saja, tidak mungkin tercapai tanpa adanya tanzhim, coba anda bayangkan jika tidak ada pabrik pupuk, perusahaan cangkul, perusahaan pestisida, pasar, dsb apakah mungkin nasi itu bisa mencukupi untuk seluruh bangsa Indonesia ini?! Jika sekedar untuk urusan perut saja membutuhkan sebuah tanzhim, maka apatah lagi dalam urusan iqamatuddin dan ustadziyyatul- 'alam!

Kebodohan macam apa lagi yang menimpa ummat ini, sehingga mereka bisa melahirkan orang-orang yang berfikir sepicik mereka itu?! Tetapi kita memang tidak perlu heran, karena mereka memang telah memunculkan banyak fatwa yang  menggelikan dan sekaligus membingungkan ummat, diantaranya bahwa kata mereka di dunia sekarang ini tidak ada ulama mujtahid kecuali hanya 3 orang saja, yaitu Ibni Baaz, Al-Albani dan Ibnu Utsaimin. Terlepas dari pengakuan kita pada kapasitas keulamaan ketiga ulama tersebut, tapi adakah seorang yang berilmu membatasi ulama mujtahid hanya 3 orang saja? Lalu coba antum tanyakan kepada mereka : Lalu siapa yang bisa membatasi ulama cuma 3 orang itu saja?! Antum?! Fa man antum?!

Ikhwah wa akhwat rahimakumuLLAAH, membuat tanzhim dalam gerakan dakwah merupakan sebuah kemestian (hatmiyyah) yang tidak bisa ditawar dan ditunda lagi, baik berdasarkan dharuriyyah- fiqhiyyah di atas, juga berdasarkan sunnah-kauniyyah (yaitu bahwa alam semesta ini merupakan sebuah nizham-'alamiyy, yang semuanya menempati posisi dan fungsi yang berbeda dan telah tetap dan ditentukan), juga berdasarkan ihtiyajaat-basyariy yah (kebutuhan kemanusiaan, dalam segala hal dalam kemanusiaan kita memerlukan pengorganisasian yang rapi & terstruktur) serta dharuriyyah- harakiyyah (kebutuhan mendesak kebangkitan Islam kontemporer) .

Sebenarnya logika sehat sederhana di atas sudah cukup bagi orang yang berakal untuk menunjukkan urgensi organisasi (ahamiyyah-tanzhim) dalam dakwah di era modern ini. Namun sebagaimana biasanya, maka kelompok zhahiriyyun- ghullat (tekstualis- ekstrem) itu tidak akan mau menerima kecuali bil-lughati qawmihim (hanya dengan bahasa kaumnya), maka supaya tidak dituduh 'aqlaniyyin (kelompok yang menuhankan akal), maka ana akan menunjukkan dalil Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih ttg Masyru'iyyatu Tanzhim fid-Dakwah Al-Islamiyyah Al-Mu'ashirah (Dalil disyariatkannya tanzhim dlm Dakwah di Era Modern), supaya liyahlika man halaka 'an bayyinah wa yahya man hayya 'an bayyinah..

TAFSIR AYAT :

Berkata Imam Abu Ja'far At-Thabari ketika mengawali tafsirnya atas ayat ini[2] : Berkata ALLAH Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji : WALTAKUN MINKUM wahai orang-orang beriman; UMMATUN yaitu Jama'ah[3]; YAD'UNA yaitu pd manusia; ILAL KHAYRI yaitu pada Islam dan syariatnya yang telah ditetapkan-NYA bagi hamba-hambaNYA; WA YA'MURUNA BIL MA'RUFI, yaitu memerintahkan manusia untuk mengikuti Muhammad -semoga shalawat dan salam ALLAH yang Maha Suci lagi Maha Tinggi senantiasa tercurah pada diri beliau- dan agama yang dibawanya; WA YANHAUNA 'ANIL MUNKARI, yaitu mencegah mereka dari kekafiran pd ALLAH -Yg Maha Suci lagi Maha Tinggi- dan penentangan pd Nabi Muhammad -semoga shalawat dan salam ALLAH yang Maha Suci lagi Maha Tinggi senantiasa tercurah pada diri beliau- dan dari agama yang dibawanya, yaitu melalui Jihad di jalan-NYA baik dengan tangan maupun anggota badan, sehingga mereka mengikuti dengan ketaatan... (Perhatikanlah bahwa Imam At-Thabari menyebutkan agar ada dan terbentuknya suatu jama'ah diantara ummat ini)..

Imam Jalaluddin As-Suyuthi bahkan lebih maju lagi, beliau dlm tafsirnya[4] setelah menjelaskan berbagai hadits shahih berkaitan ayat ini, menyebutkan atsar dari Ibnu Abi Hatim dari Muqatil bin Hayyan : "Bahwa hendaklah ada suatu kaum, baik 1 atau 2 atau 3 kelompok atau lebih dari itu dan itulah baru disebut sebagai ummat." Kemudian ia berkata lagi : "Lalu (hendaklah) ada imamnya yang memimpin untuk amar ma'ruf & nahi munkar." Lebih jauh beliau menyitir hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Dzarr -semoga ALLAH Yg Maha Gagah lagi maha Tinggi- meridhoinya- : "Dua org lebih baik dari 1 orang, 3 orang lebih baik dari 2 orang, dan 4 orang lebih baik dari 3 orang, maka hendaklah kalian bersama Al-Jama'ah, karena ALLAH tidak akan mengumpulkan ummatku kecuali atas petunjuk[5]. "

Imam -Muhyis Sunnah- Abu Muhammad Al-Baghawi menyebutkan dlm tafsirnya[6] bhw huruf "lam" pd kata "waltakun" bermakna kewajiban.. sementara "min" dlm kata "minkum ummah" bermakna "shilah" dan bukan "lit-tab'idh" (menunjukkan sebagian)[7] sebagaimana dalam ayat : FAJTANIBUR RIJSA MINAL AWTSANI[8].. Yg maknanya : Hendaklah mereka menjauhi semua berhala & bukan hanya sebagian berhala saja.. Kemudian Imam Al- Baghawi menyebutkan beberapa hadits, diantaranya dari Umar -semoga ALLAH Yg Maha Suci laga Maha Tinggi meridhoinya- Nabi Muhammad -semoga shalawat dan salam ALLAH yang Maha Suci lagi Maha Tinggi senantiasa tercurah pada diri beliau- bersabda : "Barangsiapa yang menginginkan puncaknya Jannah maka wajib atasnya menetapi Al-Jama'ah, karena sesungguhnya Syaithan itu bersama orang yang sendirian, dan terhadap 2 orang ia lebih menjauh[9]."

Imam Ibnu 'Asyur dlm tafsirnya[10] bhw makna "ummah" adalah jama'ah, kelompok, sebagaimana dlm ayat yang lain disebutkan : KULLAMAA DAKHALAT UMMATUN LA'ANAT UKHTAHA[11]. . Karena asal kata "ummat" dlm bahasa Arab adalah sekelompok orang yang memiliki 1 tujuan yang sama, bisa berupa keturunan, atau agama, atau lainnya, dan kejelasannya diketahui melalui keterkaitannya (idhafah) dengan kata setelahnya, semisal : Ummatul-'Arab atau Ummatun-Nashara, dll.

Imam Abi AbduLLAH Syamsuddin Al-Qurthubi Al-Anshari Al-Khazraji dlm kitabnya[12] berpendapat bahwa "min" dalam kata "minkum ummah" bermakna "lit-tab'idh" (menunjukkan sebagian)[13] , karena orang-orang yang memerintahkan yang ma'ruf itu haruslah berilmu, sementara tidak semua orang berilmu, maka kewajiban ini bersifat fardhu kifayah, jk sebagian kaum muslimin sudah melakukannya maka yang lain tidak berdosa[14].

Sayyid Quthb -semoga ALLAH Yg Maha Suci lagi Maha Tinggi menjadikan beliau Syahid- menyatakan dlm tafsirnya[15] : "Tidak bisa tidak ayat ini memerintahkan agar terwujudnya sebuah Jama'ah Islamiyyah yang selalu berdakwah kepada kebaikan, memerintahkan yang ma'ruf & mencegah yang munkar. Dan hendaklah ada sebuah pemerintahan yang tegak berdiri di atas bumi ini melakukan hal tersebut, sehingga ayat ini tidak hanya berbunyi "yad'uuna " (berdakwah saja) melainkan juga "ya'muruuna" (memerintah) dan "yanhauna" (melarang) yang keduanya itu tdk akan tegak kecuali adanya sebuah pemerintahan yang Islami.." Sampai kata beliau -semoga ALLAH Yg Maha Suci lagi Maha Tinggi menjadikan beliau Syahid- pada akhir penjelasannya atas ayat tsb : "...Untuk demi tercapainya hal tsb di atas, maka tidak dapat tidak haruslah ada sebuah kelompok/jama' ah yang memiliki 2 kekuatan di atas[16] yaitu "Iimaanu biLLLAAH" (QS Aali-Imraan, 3/102) dan "Ukhuwwatu-fiLLAAH" (QS Aali-Imraan, 3/103) baru bisa mewujudkan ayat ini (QS Aali-Imraan, 3/104)...

Demikianlah maka berdasarkan dalil-dalil di atas bahwa tegaknya Al-Jama'ah merupakan dharurah-syar' iyyah, yang kesemuanya tidak akan dapat tegak dengan kerja infiradiyyah (sendiri-sendiri) dan hanya mengharapkan dari tarbiyyah dan tashfiyyah saja, melainkan memerlukan suatu tanzhim yang kuat dan rapi untuk menggapainya. . Jika dikatakan bhw As-Salafus Shalih pasca generasi sahabat -semoga ALLAH Yang Maha Mulia lagi maha Tinggi meridhoi mereka semua- tidak membuat tanzhim, maka saya jawab bahwa dimasa mereka sudah ada Al-Jama'ah & Al-Khilafah, maka haram hukumnya membuat kelompok baru yang berbeda dr Jama'ah kaum muslimin. Adapun sekarang, maka tidak ada Khilafah, tidak ada Al-Jama'ah & tidak ada Al-Hukumah, maka tiada jalan lain kecuali membentuk & mendirikannya. . Dan persoalan ini jauh lebih mendesak & lebih penting dari mendalami & bertele-ELE dalam masalah ibadah-mahdhah, cukuplah sunnah para sahabat -semoga ALLAH Yang Maha Mulia lagi maha Tinggi meridhoi mereka semua- yang sampai meninggalkan pengurusan & pemakaman jenazah Nabi Muhammad -semoga shalawat dan salam ALLAH yg Maha Suci lagi Maha Tinggi senantiasa tercurah pada diri beliau- untuk memilih Khalifah menjadi dalil atas hal tersebut.

Saya akhiri penjelasan ini dengan sebuah hadits Nabi Muhammad -semoga shalawat dan salam ALLAH yg Maha Suci lagi Maha Tinggi senantiasa tercurah pada diri beliau- berikut : "Sebaik-baik jihad adalah perkataan yg benar yg disampaikan di depan penguasa yg zhalim[17]." ALLAAHu a'lamu bish Shawaab...

Oleh : Ust. Nabiel Al-Musawa
------------ --------- --------- --------- --------- --------- -

[1] Hadits ini di-takhrij oleh Imam An-Nasa'i, X/83; Ibnu Majah, IX/134; Al-Baihaqi dlm Al-Kubra, V/85; Al-Hakim, IV/256; At-Thabrani dlm Al-Kubra, X/301 dan dlm Al-Awsath, V/234; Abu Ya'la, V/481; Shahih Ibnu Habban, XVI/243; Shahih Ibnu Khuzaimah, X/284. Dan hadits ini shahih. Jangan anda tertipu dg orang
Oleh : Ust. Nabiel menyatakan hadits ini telah di-dha'if-kan oleh Al-Albani dlm kitab Silsilah Ahaadits Adh-Dha'ifah; orang tsb telah berdusta atas nama Al-Albani, bahkan hadits ini shahih & di-shahih-kan oleh Albani dlm berbagai kitabnya, diantaranya Silsilatu Ahaadits Ash-Shahihah, III/278 dan V/177; juga dlm kitabnya Shahih wa Dha'if Sunan An-Nasa'i, VII/129; juga dlm kitabnya Shahih wa Dha'if Sunan Ibnu Majah, VII/29; juga dlm kitabnya Shahih wa Dha'if Jami' Shaghir, X/392.

[2] Jaami'ul Bayaan fi Ta'wiilil Qur'aan, VII/91

[3] Ini juga pendapat Imam Al-Biqa'iy, lih. Tafsirnya Nuzhmud Durar fii Tanaasubil Aayaati was Suwar, II/94

[4] Ad-Durrul Mantsur fit Ta'wili bil Ma'tsur, II/405

[5] Saya berusaha men-takhrij hadits ini, dan saya menemukannya bukan hanya dlm Musnad Ahmad (43/297); melainkan jg oleh Ibnu Asakir (38/206); berkata Al-Albani dlm Fii Zhilalil Jannah (80-84) bhw hadits ini maudhu' namun akhir kalimat dlm hadits ini terdapat syawahid dari hadits shahih.

[6] Ma'alimut Tanzil, II/84

[7] Ini juga pendapat Imam Ibnul Jauzy, lih. Zaadul Masiir, I/391. Tapi beliau juga menerima pendapat yg menyatakan kewajiban membentuk jama'ah ini fardhu kifayah, dan beliau menyamakan kedudukannya seperti jihad fi sabiliLLAAH.

[8] Al-Hajj, 22/30

[9] HR Tirmidzi, VI/383-386; Ibnu Abi 'Ashim dlm As-Sunnah, I/42 (dan di-shahih-kan oleh Al-Albani dlm ta'liq-nya atas kitab tsb); Al-Lalika'i dlm Syarah Ushul I'tiqad Ahlus Sunnah wal Jama'ah, I/106-107; Al-Hakim dlm Al-Mustadrak, I/114; Ahmad dlm Al-Musnad, I/18.

[10] At-Tahriru wat Tanwiru, III/178

[11] QS Al-A'raaf, 7/38

[12] Al-Jami' li-Ahkamil Qur'an, I/1081

[13] Ini juga pendapat Imam An-Nasafiy, lih. Madrak at-Tanzil wa Haqa'iqu at-Ta'wil, I/174; demikian juga Al-Khazin, lih. Lubab at-Ta'wil fil Ma'ani at-Tanzil, I/434.

[14] Ini juga pendapat Imam Asy-Syaukani, lih. Fathul Qadir, II/8. Ada baiknya bagi yg berminat untuk merujuknya, ada ulasan beliau yg amat berharga ttg masyru'iyyah- nya ikhtilaf dlm masalah2 furu' dikalangan para ulama salafus-shalih, dan mereka menamakan ikhtilaf tsb sbg bentuk ijtihad (demikian pula paparan Imam Abu Sa'ud dlm kitabnya Irsyadul Aqlis Salim ila Mazayal Qur'anil Kariem, I/432).

[15] Fii Zhilaalil Qur'an, I/413

[16] Maksud beliau -rahimahuLLAAH- adalah penjelasan beliau atas tafsir ayat sebelumnya (QS Aali-Imraan, III/102-103)

[17] HR Abu Daud, XI/419; Ibnu Majah, XII/15; Ahmad, XXII/261; Hakim, XIX/443; Thabrani dlm Al-Kabir, VII/327; Al-Baihaqi, dlm Syu'abul Iman, XVI/120; Abu Ya'la, III/107; Bahkan Imam Tirmidzi menulis 1 bab khusus ttg tema ini, yaitu : Maa Jaa'a Afdhalul Jihaad Kalimatu 'Adlin 'Inda Sulthanin Jaa'ir, VIII/82; Al-Albani men-shahih-kan hadits ini dlm Ash-Shaahihah, I/490 juga dlm Misykaatul Mashaabiih, II/343.

Artikel Terkait



Tags: ,

Jalan Panjang.web.id

Didedikasikan sebagai pelengkap direktori arsip perjuangan dakwah, silahkan kirim artikel maupun tulisan Tentang Dakwah ke jalanpanjangweb@gmail.com